LAMPIRAN
PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG
BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KOTA MAKASSAR TAHUN 2008
LEMBARAN
DAERAH KOTA MAKASSAR NOMOR 2 TAHUN 2008
1
PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR
Nomor 2 Tahun 2008
TENTANG PEMBINAAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN, PENGEMIS DAN PENGAMEN DI KOTA MAKASSAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA MAKASSAR,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka
menjunjung tinggi nilainilai keadilan, ketertiban dan kemanfaatan sesuai
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, maka dipandang perlu dilakukan
pembinaan terhadap anak jalanan,gelandangan, pengemis dan pengamenagar mereka
dapat menjadi warga Kota Makassar yang lebih bermartabat;
b.
bahwa mengingat keberadaan anak jalanan,
gelandangan, pengemis dan pengamen cenderung membahayakan dirinya sendiri
dan/atau orang lain danketentraman di tempat umum sertamemungkinkan mereka
menjadi sasaran eksploitasi dan tindak kekerasan, sehinggaperlu segera
dilakukan penanganan secara konfrehensif, terpadu dan berkesinambungan;
c.
bahwa pengaturan pembinaan anak Jalanan,
gelandangan, pengemis dan pengamen yang ada tidak memadai lagi sehingga
dipandang perlu membentuk Peraturan Daerah; Pembinaan
Paragraf Satu Pembinaan Pencegahan Pasal 6
(1) Pembinaan Pencegahan dilakukan
oleh pemerintah dan/atau masyarakat untuk mencegah berkembangnya dan meluasnya
jumlah penyebaran dan kompleksitas permasalahan penyebab adanya anak di
jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen; (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) pasal ini meliputi : a. pendataan;
b.
pemantauan, pengendalian dan pengawasan;
c.
sosialisasi;
d.
kampanye.
(3) Pembinaan sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (1) dan
(2) pasal ini dilakukan oleh
perseorangan, keluarga, kelompok organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial
dan instansi terkait;
(4) Tata cara melakukan kerja sama
dengan stake holder dan/atau pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
pasal ini, pasal 21 ayat (5) dan pasal 32 ayat (7) Peraturan Daerah ini diatur
lebih lanjut dalam Peraturan Walikota.
Pasal 7
(1)
Pendataan sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat
(2) huruf a Peraturan Daerah ini dilakukan untuk memperoleh data yang benar
tentang klasifikasi antara anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen;(2)
Pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dilakukan oleh para
pihak yang terlibat untuk pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 6
ayat
(2)
huruf a Peraturan Daerah ini dengan menyiapkan
instrument pendataan yang memuat tentang nama, alamat, daftar keluarga, kondisi
tempat tinggal, latar belakang kehidupan sosial ekonomi, asal daerah,
pekerjaan, status keluarga dan permasalahan pokok yang dihadapi;
(3)
Pihak yang dimaksud ayat (2) pasal ini adalah
Dinas Sosial dan/atau bekerja sama dengan instansi terkait serta lembaga
swadaya masyarakat (LSM). Pasal 8
(1) Pemantauan, pengendalian dan
pengawasan terhadap sumber - sumber atau penyebab munculnya anak jalanan,
gelandangan, pengemis dan pengamen sebagaimana dimaksud dalam pada Pasal 6 ayat
(2) huruf b Peraturan Daerah ini dilakukan dengan cara :
a.
melakukan patroli di tempat umum yang dilakukan
oleh Dinas Sosial Kota Makassar;
b.
memberikan informasi tentang keberadaan anak
jalanan, gelandangan pengemis dan pengamen yang melakukan aktifitas di tempat
umum, secara perseorangan, keluarga maupun secara berkelompok.
(2) Pemantauan, pengendalian dan
pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dilakukan oleh Dinas
Sosial dan/atau bekerja sama dengan instansi terkait serta unsure masyarakat.
Pasal 9
(1) Sosialisasi sebagaimana
dimaksud pada Pasal 6 ayat (2) huruf c Peraturan Daerah ini yang dilakukan oleh
instansi terkait, meliputi : a. sosialisasi secara langsung;
b. sosialisasi secara tidak
langsung.
(2)
Sosialisasi secara langsung sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a pasal ini dilakukan oleh Dinas Sosial dan instansi
terkait dan dapat bekerja sama dengan kelompok, organisasi sosial (Orsos)
melalui kegiatan interaktif dan ceramah;
(3)
Sosialisasi secara tidak langsung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b pasal ini dapat melalui media cetak maupun media
elektronik; (4) Sosialisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2),dan
(3) pasal ini ditujukan kepada
perseorangan, keluarga, lembaga pendidikan, masyarakat, organisasi sosial
(Orsos) dan instansi terkait.
Pasal 10
(1)
Kampanye sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat
(2) huruf d Peraturan Daerah ini untuk mengajak dan mempengaruhi seseorang atau
kelompok untuk ikut melaksanakan kegiatan pembinaan dan pengendalian terhadap
anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen;
(2)
Kampanye dilakukan melalui kegiatan yang
mengikutsertakan kelompok-kelompok masyarakat tertentu baik dalam bentuk
pertunjukan, pertandingan, lomba, orasi, pemasangan rambu-rambu tentang
larangan memberi uang di jalanan;
(3)
Kegiatan kampanye dapat dilakukan bekerja sama
dengan stakeholder yang memiliki kepedulian yang tidak mengikat;
(4)
Tata cara melakukan kerja sama dengan stake
holder dan/atau pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pasal ini, pasal
21 ayat (5) dan pasal 32 ayat (7) Peraturan Daerah ini diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Walikota.
Paragraf Dua Pembinaan Lanjutan Pasal 11
(1)
Pembinaan lanjutan dilakukan terhadap anak
jalanan, gelandangan pengemis dan pengamen sebagai upaya meminimalkan atau
membebaskan tempat - tempat umum dari anak jalanan, gelandangan, pengemis dan
pengamen.
(2)
Pembinaan Lanjutan dilakukan dengan cara :
a.
Perlindungan;
b.
Pengendalian Sewaktu-waktu;
c.
Penampungan Sementara;
d.
Pendekatan Awal;
e.
Pengungkapan dan Pemahaman Masalah (assesment);
f.
Pendampingan Sosial;
g.
Rujukan.
Pasal 12
(1)
Perlindungan sebagaimana dimaksud pada Pasal 11
ayat (2) huruf a Peraturan Daerah ini dilakukan untuk menghalangi anak jalanan,
gelandangan, pengemis dan pengamen untuk tidak turun di jalanan dengan cara
melakukan posko yang berbasis di jalanan (in the street) dan tempat umum pada
titik-titik rawan dimana anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen
sering melakukan aktifitasnya;
(2)
Pelaksanaan posko sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) pasal ini dilakukan oleh Dinas Sosial bekerja sama dengan unsur Satuan
Polisi Pamong Praja, unsur POLRI dan atau unsur instansi terkait, unsur
mahasiswa, lembaga social masyarakat (LSM);
(3)
Pelaksanaan posko sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) pasal ini dilakukan kegiatan kampanye dan kegiatan sosialisasi;
(4)
Pelaksanaan Posko sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) pasal ini tidak dilakukan tindakan penangkapan akan tetapi dilakukan
tindakan pengungkapan masalah berdasarkan situasi dan kondisi pada saat
dilakukan kegiatan posko tersebut.
Pasal 13
(1)
Pengendalian sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud
pada Pasal 11 ayat (2) huruf b Peraturan Daerah ini dilakukan oleh tim terpadu
terdiri dari Dinas Sosial, unsur Satpol PP dan
dapat dengan unsur POLRI;
(2)
Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
pasal ini adalah kegiatan yang dilakukan secara koordinatif dengan instansi
terkait terhadap anak Jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen serta
kelompok atau perorangan yang mengatasnamakan lembaga sosial dan/atau panti
asuhan yang melakukan aktivitas di tempat umum;
(3)
Pengendalian sewaktu-waktu dilakukan dalam
rangka perlindungan terhadap anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen
serta kelompok atau perorangan yang mengatasnamakan lembaga sosial dengan
memperhatikan hak-hak asasi manusia, perlindungan anak dan tujuan pembinaan.
Pasal 14
(1)
Penampungan sementara sebagaimana dimaksud pada
Pasal 11 ayat (2) huruf c Peraturan Daerah ini dilakukan pembinaan yang
dilakukan dengan sistem panti social pemerintah dalam waktu maksimal 10 hari,
bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi
Sulawesi Selatan sebagai pemilik
panti sosial pemerintah yang dimaksud;
(2)
Penampungan sementara sebagaimana dimaksud pada
ayat
(1) pasal ini dilakukan dalam
rangka pembinaan yang meliputi bimbingan sosial, bimbingan mental spiritual,
bimbingan hukum dan permainan adaptasi social (outbound);
(3) Selama dalam penampungan
sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini, Dinas Sosial bersama
unsur instansi terkait yang tergabung dalam tim pokja melindungi dan menjamin
hak asasi anak yang bersangkutan, perlindungan anak dan tujuan pembinaan sesuai
ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pasal
15
(1)
Pendekatan awal melalui identifikasi dan seleksi
terhadap anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen sebagaimana dimaksud
pada Pasal 11 ayat (2) huruf d Peraturan Daerah ini dilakukan untuk menyeleksi
berdasarkan indikator yang meliputi identitas diri, latar belakang pendidikan,
status sosial dan permasalahan lingkungan sosial anak yang bersangkutan;
(2)
Identifikasi dan seleksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) pasal ini digunakan sebagai landasan untuk menentukan tahapan
proses pembinaan selanjutnya. Pasal 16
(1)
Pengungkapan dan pemahaman masalah (assesment) sebagaimana dimaksud pada
Pasal 11 ayat (2) huruf e Peraturan Daerah ini, dilakukan untuk memahami dan
mendalami masalah yang dihadapi dan untuk pemenuhan kebutuhan anak jalanan,
gelandangan, pengemis dan pengamen;
(2)
Masalah dan kebutuhan sebagaimana dimaksud pasal
ini di bahas untuk selanjutnya dilakukan pembinaan sesuai potensi dan bakatnya
masing-masing;
(3)
Pengungkapan dan pemahaman masalah (assesment) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) pasal ini, dijadikan sebagai file permanen bagi setiap anak jalanan,
gelandangan, pengemis dan pengamen. File tersebut akan digunakan untuk
pemantauan dan pembinaan selanjutnya;
(4)
Pengungkapan dan pemahaman masalah (assesment) sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) pasal ini dilakukan dengan studi kasus berdasarkan data yang diperoleh
dan temu bahas (case conference).
Pasal 17
(1)
Pendampingan Sosial sebagaimana dimaksud pada
Pasal 11 ayat (2) huruf f Peraturan Daerah ini dilakukan melalui bimbingan
individual terhadap anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen serta
keluarganya secara rutin dan berkesinambungan;
(2)
Pendampingan sosial sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) pasal ini dapat dilakukan oleh pekerja sosial pemerintah maupun
pekerja sosial swasta dan/atau lembaga social masyarakat yang memiliki
kepedulian terhadap penerima pelayanan.
Pasal 18
Rujukan sebagaimana dimaksud pada
Pasal 11 ayat (2) huruf g Peraturan Daerah ini meliputi pelayanan kesehatan
secara gratis, memfasilitasi untuk mengikuti pendidikan formal dan non formal,
pengembalian bersyarat, pembinaan rehabilitasi sosial melalui sistem dalam
panti, rumah sakit jiwa bagi penyandang psikotik, rumah sakit kusta,
pendampingan hukum, perlindungan khusus serta di proses secara hukum sesuai
perundang-undangan yang berlaku.
Paragraf Tiga Usaha Rehabilitasi Sosial
Pasal 19
(1)
Untuk memantapkan taraf kesejahteraan sosial
penerima pelayanan agar mereka mampu melakukan kembali fungsi sosialnya dalam
tata kehidupan bermasyarakat maka harus diadakan rehabilitasi sosial;
(2)
Sasaran usaha rehabilitasi sosial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah :
-
Anak Jalanan Usia Produktif;
-
Anak Jalanan Usia Balita;
-
Anak Jalanan Usia Sekolah;
-
Gelandangan Psikotik;
-
Gelandangan Usia Lanjut;
-
Pengemis Usia Produktif;
-
Pengemis Usia Lanjut;
-
Pengemis Eks Kusta
-
Pengemis yang mengatasnamakan Lembaga Sosial
atau Panti Asuhan; - Pengamen yang beraktifitas di jalanan.
(3) Usaha rehabilitasi sosial
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) pasal ini dilakukan melalui sistem
panti dan/atau luar panti.
Pasal 20
Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana
dimaksud pada Pasal 19 ayat (2) Peraturan Daerah ini bagi anak jalanan usia
produktif, dengan jenis kegiatan, yaitu : a. Bimbingan Mental Spiritual;
b.
Bimbingan Fisik;
c.
Bimbingan Sosial;
d.
Bimbingan dan Pelatihan Keterampilan;
e.
Bantuan Stimulans Peralatan Kerja;
f.
Penempatan.
Pasal 21
(1)
Bimbingan mental spiritual sebagaimana dimaksud
pada Pasal 20 huruf a Peraturan Daerah ini dilakukan untuk membentuk sikap dan
perilaku seseorang maupun kelompok sesuai dengan norma yang berlaku dimasyarakat
yang meliputi bimbingan keagamaan, bimbingan budi pekerti dan bimbingan
norma-norma kehidupan;
(2)
Bimbingan fisik sebagaimana dimaksud pada Pasal
20 huruf b Peraturan Daerah ini meliputi kegiatan olah raga dan pemeriksaan
kesehatan;
(3)
Bimbingan sosial sebagaimana dimaksud pada Pasal
20 huruf c Peraturan Daerah ini sebagai upaya untuk memberikan motivasi dan
menumbuh kembangkan kesadaran dan tanggung jawab sosial dalam membantu
memecahkan permasalahan sosial baik perorangan maupun secara berkelompok;
(4)
Bimbingan dan pelatihan keterampilan sebagaimana
dimaksud pada Pasal 20 huruf d Peraturan Daerah ini disesuaikan dengan
kemampuan bakat individu dengan kebutuhan pasar kerja sebagai upaya dan bekal
yang dapat digunakan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak serta menciptakan
kemandirian individu;
(5)
Bimbingan dan pelatihan keterampilan kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) pasal ini dilakukan di dalam panti
rehabilitasi sosial dan/atau dilaksanakan dalam bentuk kerja sama (kemitraan)
dengan instansi terkait dan/atau stake holder;
(6)
Bantuan stimulans peralatan kerja sebagaimana
dimaksud pada Pasal 20 huruf e Peraturan Daerah ini sebagai motivasi untuk
mengembangkan usaha yang dimiliki sesuai dengan jenis keterampilan yang
diperoleh;
(7)
Penempatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 20
huruf f Peraturan Daerah ini dilakukan untuk memfasilitasi penerima pelayanan
yang memiliki keterampilan untuk meperoleh kesempatan kerja yang dapat
menciptakan penghasilan pada tempat yang layak agar dapat hidup mandiri
dan/atau kembali ke keluarga dan masyarakat. Pasal 22
(1)
Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud
pada Pasal 19 ayat (2) Peraturan Daerah ini bagi anak jalanan usia balita,
dilakukan melalui pendekatan pembinaan dalam keluarga berupa pendampingan dan
pemberian makanan tambahan;
(2)
Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
pasal ini melakukan kegiatan Pendidikan Pra Sekolah yang mencakup permainan
anak, pengembangan bakat dan minat; (3) Pendampingan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) pasal ini dilaksanakan oleh pekerja sosial profesional, pekerja sosial
masyarakat, anggota lembaga sosial masyarakat dan anggota karang taruna yang
telah mengikuti bimbingan dan pelatihan pendampingan. Pasal 23
Jenis usaha rehabilitasi sosial
sebagaimana dimaksud pada pada Pasal 19 ayat (2) Peraturan Daerah ini bagi anak
jalanan usia sekolah, meliputi :
a.
Bimbingan Mental Spiritual;
b.
Bimbingan Fisik;
c.
Bimbingan Sosial;
d.
Bimbingan Pra Sekolah;
e.
Bantuan Stimulans Beasiswa dan Peralatan
Sekolah;
f.
Penempatan.
Pasal 24
(1)
Bimbingan mental spiritual sebagaimana dimaksud
pada Pasal 23 huruf a Peraturan Daerah ini dilakukan untuk membentuk sikap dan
perilaku anak, agar berkeinginan sekolah atau kembali ke bangku sekolah formal
melalui bimbingan keagamaan, bimbingan budi pekerti dilakukan oleh Pendamping;
(2)
Bimbingan fisik sebagaimana dimaksud pada Pasal
23 huruf b Peraturan Daerah ini meliputi kegiatan olah raga dan pemeriksaan
kesehatan;
(3)
Bimbingan sosial sebagaimana dimaksud pada Pasal
23 huruf c Peraturan Daerah ini sebagai upaya untuk memberikan motivasi dan
menumbuh kembangkan kesadaran dan kemandirian untuk membantu memecahkan
permasalahannya sendiri;
(4)
Bimbingan Pra Sekolah sebagaimana dimaksud pada
Pasal 23 huruf d Peraturan Daerah ini dilakukan pendalaman terhadap kemampuan
individu sebagai upaya untuk mempersiapkan penerima pelayanan memasuki dunia
pendidikan formal yang lebih terarah, terbina dan pengenalan kondisi situasi
sekolah serta memberikan pemahaman dan pengertian pada matapelajaran sekolah
sesuai dengan strata sekolah yang dilakukan oleh instansi terkait, pendamping
dan stakeholder;
(5)
Bantuan stimulans beasiswa dan peralatan sekolah
sebagaimana dimaksud pada Pasal 23 huruf e Peraturan Daerah ini sebagai
motivasi belajar dan meringankan beban keluarga penerima pelayanan;
(6)
Bantuan stimulans sebagaimana dimaksud ayat (5)
pasal ini akan dilaksanakan dalam bentuk kerja sama (kemitraan) dengan dinas
terkait dan/atau stake holder;
(7)
Penempatan sebagaimana dimaksud Pasal pada 23
huruf f Peraturan Daerah ini meliputi kegiatan pengembalian ke keluarga
dan/atau difasilitasi untuk memperoleh kesempatan mengikuti pendidikan formal
dan non formal sebagai berikut:
a.
pendidikan formal dilakukan berdasarkan strata
sekolah dengan pertimbangan usia anak dan lokasi sekolah yang dekat dengan
alamat rumah;
b.
pendidikan non formal dimaksudkan untuk
memfasilitasi anak putus sekolah dengan mempertimbangkan usia anak yang akan
dirujuk untuk memasuki program paket A,B dan C. Pasal 25
(1)
Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud
pada Pasal 19 ayat (2) Peraturan Daerah ini bagi gelandangan psikotik
dimaksudkan untuk mengembalikan fungsi sosialnya dengan merujuk ke rumah sakit
jiwa, dikembalikan kepada keluarga atau ke daerah asal yang dilaksanakan dalam
bentuk kerja sama (kemitraan) dengan instansi terkait dan atau stake holder.
(2)
Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) pasal ini sebagai berikut:
a.
merujuk kerumah sakit jiwa dalam upaya
penyembuhan;
b.
mengembalikan kepada pihak keluarga atau ke
daerah asal yang telah dinyatakan sehat dari rumah sakit bersangkutan. Pasal 26
(1)
Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud
pada Pasal 19 ayat (2) Peraturan Daerah ini bagi gelandangan usia lanjut dan
pengemis usia lanjut dimaksudkan untuk memperoleh penghidupan dan kehidupan
yang layak;
(2)
Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) Pasal ini dilakukan melalui upaya :
a.
pembinaan keluarga;
b.
rujukan.
(3)
Pembinaan keluarga sebagaimana dimaksud ayat (2)
huruf a Pasal ini dilakukan melalui bimbingan dan motivasi agar tumbuh
kesadaran dan percaya diri untuk tidak melakukan kegiatan sebagai gelandangan
dan pengemis;
(4)
Rujukan sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b
Pasal ini adalah ke panti jompo;
(5)
Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud
ayat (1), (2), (3) dan (4) pasal ini dilakukan oleh Dinas Sosial, instansi
terkait dan panti jompo. Pasal 27
(1)
Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud
pada Pasal 19 ayat (2) Peraturan Daerah ini bagi pengemis usia produktif
dilakukan untuk memperoleh penghidupan dan kehidupan yang layak dan
bermartabat.
(2)
Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) pasal ini dilakukan melalui upaya :
a.
Bimbingan Mental Spiritual;
b.
Bimbingan Sosial;
c.
Pelatihan Keterampilan dan Kewirausahaan;
d.
Bantuan Stimulans Peralatan Kerja dan/atau Modal
Usaha;
e.
Pengembalian dan atau Pemulangan ke Daerah Asal.
Pasal 28
(1) Bimbingan mental spiritual
sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 ayat (2) huruf a Peraturan Daerah ini
dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran, sikap dan perilaku bagi pengemis usia
produktif agar tidak melakukan aktifitas mengemis di tempat umum; (2) Bimbingan
sosial sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 ayat (2) huruf b Peraturan Daerah ini
sebagai upaya untuk memberikan motivasi dan menumbuhkembangkan kesadaran dan
kemandirian untuk membantu memecahkan permasalahannya sendiri; (3) Pelatihan
keterampilan dan kewirausahaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 ayat (2)
huruf c Peraturan Daerah ini dilakukan untuk memberikan pengetahuan dan
keterampilan yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan sosial dimana
berdomisili;
(4)
Bantuan stimulans peralatan kerja dan atau modal
usaha sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 ayat (2) huruf d Peraturan Daerah ini
diberikan kepada pengemis usia produktif yang telah mengikuti kegiatan
pelatihan dan disesuaikan dengan keterampilan yang dimiliki untuk
menumbuhkembangkan kemandirian usaha sehingga dapat hidup secara layak dan
bermartabat;
(5)
Bantuan stimulans modal usaha sebagaimana
dimaksud pada Pasal 27 ayat (2) huruf d Peraturan Daerah ini diberikan kepada
pengemis usia produktif berupa modal usaha yang disesuaikan dengan jenis usaha
ekonomis produktif dan keterampilan yang dimiliki; (6) Pengembalian dan atau
pemulangan ke daerah asal sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 ayat (2) huruf e
Peraturan Daerah ini dimaksudkan sebagai upaya untuk dapat kembali ke
lingkungan keluarga dan masyarakat yang dilaksanakan oleh petugas Dinas Sosial
dan atau Satpol PP.
Pasal 29
(1)
Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud
pada Pasal 19 ayat (2) Peraturan Daerah ini bagi pengemis eks kusta dilakukan
agar yang bersangkutan memperoleh penghidupan dan kehidupan yang layak;
(2)
Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) pasal ini dilakukan melalui upaya :
a.
bimbingan mental spiritual;
b.
bimbingan sosial ;
c.
bimbingan hukum;
d.pelatihan keterampilan dan
kewirausahaan untuk keluarga;
e.
bantuan stimulans untuk keluarga;
f.
pengembalian dan/atau pemulangan ke daerah asal.
Pasal 30
(1)
Bimbingan mental spiritual sebagaimana dimaksud
pada Pasal 29 ayat (2) huruf a Peraturan Daerah ini dilakukan untuk menumbuhkan
kesadaran, sikap dan perilaku bagi eks kusta agar tidak melakukan aktifitas
mengemis di tempat umum;
(2)
Bimbingan sosial sebagaimana dimaksud pada Pasal
29 ayat (2) huruf b Peraturan Daerah ini sebagai upaya untuk memberikan
motivasi kepada penerima pelayanan agar tidak melakukan aktifitas mengemis di
tempat umum;
(3)
Bimbingan hukum sebagaimana dimaksud pada pasal
29 ayat (2) huruf c Peraturan Daerah ini dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran
hukum dan dapat mengetahui bahwa keberadaan mereka mengemis di tempat umum
mengganggu ketertiban umum;
(4)
Pelatihan keterampilan dan kewirausahaan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 ayat (2) huruf d Peraturan Daerah ini
dilakukan untuk memberi pengetahuan dan keterampilan sesuai kemampuan yang
mereka miliki kepada keluarga eks kusta yang memiliki anggota keluarga usia
produktif;
(5)
Bantuan stimulans sebagaimana dimaksud pada
Pasal 29 ayat (2) huruf e Peraturan
Daerah ini diberikan kepada
keluarga eks kusta yang telah mengikuti kegiatan pelatihan, dilakukan untuk
menumbuhkan keinginan berusaha agar dapat menciptakan kemandirian usaha
sehingga dapat hidup secara layak;
(6)
Pengembalian (pemulangan) ke daerah asal
sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 ayat (2) huruf f Peraturan Daerah ini
sebagai upaya untuk dapat kembali ke lingkungan keluarga dan masyarakat;
(7)
Pengembalian (pemulangan) ke daerah asal
sebagaimana dimaksud ayat (6) pasal ini dilakukan oleh petugas Dinas Sosial dan
Satpol PP;
(8)
Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud
pasal ini dilakukan oleh Dinas Sosial, instansi terkait dan lintas daerah.
Pasal 31
(1) Usaha rehabilitasi sosial
sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 ayat (2) Peraturan Daerah ini bagi pengamen
yang melakukan aktifitas di jalanan dimaksudkan untuk memberikan peluang dan
kesempatan untuk memperoleh aktifitas yang bersifat produktif dan penyaluran
bakat seni,
sehingga tercipta keteraturan dan
kedisiplinan hidup; (2) Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) pasal ini, dilakukan upaya berupa :
a.
Bimbingan Mental Spiritual;
b.
Bimbingan Sosial ;
c.
Bimbingan Hukum;
d.
Pelatihan Keterampilan dan Kewirausahaan;
e.
Bantuan Stimulans;
f.
Pendidikan Non Formal (Paket A,B,C);
g.
Pembinaan Pola Kemitraan Usaha;
h.
Pelatihan Pengembangan Bakat Seni.
Pasal 32
(1)
Bimbingan mental spiritual sebagaimana dimaksud
pada Pasal 31 ayat (2) huruf a Peraturan Daerah ini dilakukan untuk menumbuhkan
kesadaran, sikap dan perilaku bagi pengamen agar tidak melakukan aktivitas di
jalanan;
(2)
Bimbingan sosial sebagaimana dimaksud pada Pasal
31 ayat (2) huruf b Peraturan Daerah ini sebagai upaya untuk memberikan
motivasi kepada penerima pelayanan agar tidak melakukan aktivitas di jalanan;
(3)
Bimbingan hukum sebagaimana dimaksud pada Pasal
29 ayat (2) huruf c Peraturan Daerah ini dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran
hukum dan dapat mengetahui bahwa aktifitas mereka mengamen di jalanan,
mengganggu ketertiban umum;
(4)
Pelatihan keterampilan dan kewirausahaan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 31 ayat (2) huruf d Peraturan Daerah ini
dilakukan untuk memberi pengetahuan dan keterampilan sesuai kemampuan yang
mereka miliki;
(5)
Bantuan stimulans sebagaimana dimaksud pada
Pasal 31 ayat (2) huruf e Peraturan Daerah ini dilakukan untuk menumbuhkan
keinginan berusaha agar dapat menciptakan kemandirian usaha sehingga dapat
hidup secara layak;
(6)
Pendidikan non formal (Paket A,B,C) sebagaimana
dimaksud pada Pasal 31 ayat (2) huruf f Peraturan Daerah ini dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada pengamen
yang putus sekolah dan masih memiliki keinginan untuk memperoleh pendidikan
formal; (7) Pembinaan pola kemitraan usaha sebagaimana dimaksud pada Pasal 31
ayat (2) huruf g Peraturan Daerah ini dilakukan sebagai upaya untuk menciptakan
kesempatan bagi stakeholder baik secara individu, kelompok, lembaga, perusahaan
dan masyarakat untuk ikut berperan secara aktif dalam melaksanakan kegiatan
pembinaan pengembangan kewirausahaan dan bakat seni yang dimiliki
pengamen;
(8) Pelatihan pengembangan bakat
seni sebagaimana dimaksud pada Pasal 31 ayat (2) huruf h Peraturan Daerah ini
sebagai proses untuk melatih dan mengembangkan bakat seni pengamen baik secara
individu maupun kelompok dalam kegiatan klinik musik dan/atau pertunjukan yang
dapat dijadikan sebagai kompetisi untuk menambah wawasan, kemampuan dan
kualitas musik.
Pasal 33
(1)
Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud
pada Pasal 19 ayat (2) Peraturan Daerah ini bagi pengemis yang mengatasnamakan
lembaga sosial atau panti asuhan dimaksudkan untuk melakukan pembinaan dan
pengendalian kelembagaan yang dilaksanakan berdasarkan standarisasi sistem
pelayanan panti asuhan;
(2)
Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) pasal ini, dilakukan sebagai upaya, untuk :
a.
Penyadaran Hukum;
b.
Konfirmasi Kelembagaan;
c.
Pembinaan Keluarga;
d.
Pemulangan ke Daerah Asal.
Pasal 34
(1)
Penyadaran hukum sebagaimana dimaksud pada Pasal
33 ayat (2) huruf a Peraturan Daerah ini dilakukan oleh tim pokja bersama
pengurus lembaga sosial atau panti social untuk memberikan kesadaran hukum
sehingga dapat memahami, mengerti dan mengetahui bahwa aktifitas yang mereka
lakukan merugikan dan meresahkan masyarakat, dan/atau merupakan pelanggaran
hukum berupa tindak penipuan yang dapat di proses secara hukum berdasarkan
Kitab Undang-undang Hukum Pidana;
(2)
Konfirmasi kelembagaan sebagaimana dimaksud pada
Pasal 33 ayat (2) huruf b Peraturan Daerah ini dapat dilakukan oleh tim pokja
bersama pengurus lembaga sosial atau panti
asuhan yang merasa dirugikan untuk
mengetahui keterlibatan lembaga sosial yang merekomendasi aktivitas pengemis
yang mengatas namakan lembaga sosial atau panti asuhan;
(3)
Pembinaan keluarga sebagaimana dimaksud pada
Pasal 33 ayat (2) huruf c Peraturan Daerah ini dimaksudkan sebagai upaya
penguatan keluarga agar dapat terlibat secara langsung untuk memberikan
pembinaan dan pengarahan terhadap keluarganya agar tidak lagi melakukan
aktivitas mengemis yang mengatasnamakan lembaga sosial atau panti asuhan;
(4)
Pemulangan ke daerah asal sebagaimana dimaksud
pada pasal 33 ayat (2) huruf d Peraturan Daerah ini dimaksudkan sebagai upaya
untuk dapat kembali kelingkungan keluarga, masyarakat dan daerah asal.
Bagian Ketiga
Eksploitasi Pasal 35
(1)
Setiap orang dan/atau badan dengan alasan apapun
di larang melakukan eksploitasi dalam wilayah kota;
(2)
Pelaku eksploitasi sebagai mana dimaksud pada
ayat (1) pasal ini dapat dilakukan oleh kedua orang tua dan/atau orang lain.
Untuk pelaku eksploitasi yang dilakukan oleh kedua orang tua dapat dilakukan
pembinaan dalam batas waktu tertentu, sementara pelaku eksploitasi yang
dilakukan oleh orang lain dilakukan pola
pengendalian melalui proses hukum sebagaimana ketentuan perundang-undangan yang
berlaku;
(3)
Pemerintah Kota dan/atau anggota masyarakat
berkewajiban melakukan usaha pembinaan bagi pelaku eksploitasi atau yang
dicurigai telah mengeksploitir anak jalanan, gelandangan, pengemis, dan pengamen serta pengemis yang mengatasnamakan
lembaga sosial atau panti asuhan baik untuk tujuan ekonomi maupun untuk
dipekerjakan khususnya bagi anak dibawah umur;
(4)
Bentuk usaha pembinaan sebagaimana yang dimaksud
pada ayat (3) pasal ini berupa :
a.
pembinaan dan penyuluhan yang berkaitan dengan
undang-undang perlindungan anak melalui perorangan maupun kelompok lewat media
elektronik, rumah ibadah maupun media cetak serta penyebar luasan informasi
melalui brosur, pamplet, spanduk, papan bicara dan dialog interaktif;
b.
sosialisasi dimaksudkan untuk memberikan
pemahaman kepada masyarakat bahwa eksploitasi terhadap anak melanggar peraturan
dan perundang-undangan yang berlaku;
c.
melakukan pemantauan, pengamatan dan pengawasan
sebagai upaya untuk mengetahui pelaku eksploitasi atau yang dicurigai melakukan
eksploitasi, selanjutnya dilaporkan kepada
yang berwenang untuk
ditindaklanjuti sesuai proses hukum yang berlaku;
Bagian Keempat
Pemberdayaan Pasal 36
(1)
Pemberdayaan terhadap keluarga anak jalanan,
keluarga gelandangan pengemis, keluarga pengamen dan keluarga eks kusta
dimaksudkan sebagai upaya untuk melakukan kegiatan peningkatan kesejahteraan
sosial;
(2)
Keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
pasal ini adalah terdiri atas orang tua kandung, saudara kandung, anak kandung,
kakek dan nenek dan/atau walinya;
(3)
Pemberdayaan keluarga sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) pasal ini adalah suatu proses penguatan keluarga yang dilakukan secara
terencana dan terarah melalui kegiatan bimbingan dan pelatihan keterampilan;
(4)
Kegiatan sebagaimana dimaksud ayat (3) pasal ini
dilakukan oleh Dinas Sosial dan/atau melibatkan lembaga sosial yang memiliki
kegiatan usaha kesejahteraan sosial; (5) Pemberdayaan keluarga sebagaimana
dimaksud pada ayat
(3) dilakukan pendampingan yang
dilaksanakan oleh Pekerja Sosial Profesional, Pekerja Sosial Masyarakat (PSM),
anggota lembaga sosial masyarakat yang telah mengikuti bimbingan dan pelatihan
pendampingan.
Pasal 37
Kegiatan pemberdayaan sebagaimana
dimaksud pada Pasal 36 ayat (1) Peraturan Daerah ini dilaksanakan melalui :
a.
Pelatihan Keterampilan Berbasis Rumah Tangga;
b.
Pelatihan Kewirausahaan;
c.
Pemberian Bantuan Modal Usaha Ekonomis Produktif
(UEP);
d.
Pembentukan Kelompok Usaha Bersama (KUBE);
e.
Pengembangan Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Pasal 38
(1)
Pelatihan keterampilan berbasis rumah tangga
sebagaimana dimaksud pada pasal 37 huruf a Peraturan Daerah ini dilakukan untuk
memberi pengetahuan dan keterampilan yang disesuaikan dengan bakat dan minat
serta lingkungan sosialnya, yang dilaksanakan bekerja sama dengan lintas
sektoral dan stake holder;
(2)
Pelatihan kewirausahaan sebagaimana dimaksud
pada pasal 37 huruf b Peraturan Daerah ini dilakukan untuk memberi pemahaman
dan pengetahuan tentang prinsip-prinsip usaha kecil dan menengah yang
disesuaikan dengan keterampilan yang mereka miliki dan berdasarkan kondisi
lingkungan tempat mereka berdomisili sehingga mereka dapat termotivasi untuk
melakukan aktifitas usaha mandiri guna membantu penghasilan keluarganya;
(3)
Pemberian bantuan modal usaha ekonomis produktif
(UEP) sebagaimana dimaksud pada pasal 37 huruf c Peraturan Daerah ini dilakukan
guna memberikan bantuan stimulant berupa barang / bahan dagangan dan/atau modal
usaha kecil sebagai modal dasar dalam rangka membentuk dan memotivasi untuk
menciptakan kemandirian keluarga yang dilakukan secara perorangan;
(4)
Pembentukan kelompok usaha bersama (KUBE)
sebagaimana dimaksud pada pasal 37 huruf d Peraturan Daerah ini dimaksudkan
untuk mengembangkan usaha ekonomis produktif melalui pembinaan dalam bentuk
pengelompokan keluarga yang memiliki jenis usaha yang sama antara 5 sampai 10
keluarga;
(5)
Pengembangan kelompok usaha bersama (KUBE)
sebagaimana dimaksud pada Pasal 37 huruf e Peraturan Daerah ini dimaksudkan
untuk mengembangkan kelompok usaha bersama yang berhasil melalui pendekatan
pemberian modal usaha pengembangan.
Bagian Kelima
Bimbingan Lanjut Pasal 39
(1)
Bimbingan lanjut terhadap anak jalanan,
gelandangan, pengemis, pengamen, eks kusta dan keluarga yang telah mendapat
pembinaan pencegahan, pembinaan lanjutan dan usaha rehabilitasi sosial
dilaksanakan untuk monitoring dan evaluasi hasil kinerja secara terencana dan
berkesinambungan;
(2)
Bimbingan lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) pasal ini dilakukan melalui kegiatan monitoring evaluasi dengan cara
kunjungan rumah. Pasal 40
(1) Sasaran bimbingan lanjut, adalah
:
-
Anak Jalanan Usia Produktif;
-
Anak Jalanan Usia Balita;
-
Anak Jalanan Usia Sekolah;
-
Gelandangan Psikotik;
-
Gelandangan Usia Lanjut;
-
Pengemis Usia Produktif;
-
Pengemis Usia Lanjut;
-
Pengemis Eks Kusta;
-
Pengemis yang mengatasnamakan Lembaga Sosial
atau Panti Asuhan; - Pengamen yang beraktifitas di jalanan.
(2) Bimbingan lanjut sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) pasal ini menjadi rujukan untuk melakukan kegiatan
pengembangan usaha dan pengembangan kemandirian.
Bagian Keenam
Partisipasi Masyarakat Pasal 41
(1)
Masyarakat dapat berpartisipasi dalam melakukan
pembinaan anak jalanan, gelandangan, pengemis, eks kusta, pengamen dan
keluarga;
(2)
Partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) pasal ini dilakukan dengan cara pembinaan pencegahan, pembinaan
lanjutan dan rehabilitasi sosial;
(3)
Partisipasi yang dilakukan masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) pasal ini berupa pembinaan terhadap
anak jalanan, gelandangan, pengemis, eks kusta dan pengamen serta pengemis yang
mengatasnamakan lembaga sosial atau panti asuhan untuk tidak melakukan kegiatan
mengemis di tempat umum;
(4)
Bentuk kegiatan dimaksud pada ayat (3) pasal ini
adalah dengan cara tidak membiasakan memberi uang atau barang kepada anak jalanan,
gelandangan, pengemis, eks kusta, pengamen yang beraktifitas di jalanan serta
pengemis yang mengatasnamakan lembaga sosial atau panti asuhan yang ada di
tempat umum. Pasal 42
Masyarakat yang berkeinginan untuk
berpartisipasi di dalam kegiatan pembinaan anak jalanan, gelandangan, pengemis,
eks kusta, pengamen serta pengemis yang mengatasnamakan lembaga sosial atau
panti asuhan dapat menyalurkan langsung kepada panti sosial resmi yang ada
dan/atau melalui rekening resmi Pemerintah.
BAB IV HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 43
(1) Setiap pengguna jalan berhak
dan berkewajiban untuk hidup damai, aman dan tenteram tanpa ada tekanan;
Tidak ada komentar:
Posting Komentar