Senin, 02 Juli 2018

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH TENTANG PEMBINAAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN, PENGEMIS DAN PENGAMEN DI KOTA MAKASSAR


LAMPIRAN

PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG

BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KOTA MAKASSAR TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KOTA MAKASSAR NOMOR 2 TAHUN 2008
1
PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR
Nomor 2 Tahun 2008

TENTANG PEMBINAAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN, PENGEMIS DAN PENGAMEN DI KOTA MAKASSAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 

WALIKOTA MAKASSAR,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka menjunjung tinggi nilainilai keadilan, ketertiban dan kemanfaatan sesuai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, maka dipandang perlu dilakukan pembinaan terhadap anak jalanan,gelandangan, pengemis dan pengamenagar mereka dapat menjadi warga Kota Makassar yang lebih bermartabat;
b.       bahwa mengingat keberadaan anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen cenderung membahayakan dirinya sendiri dan/atau orang lain danketentraman di tempat umum sertamemungkinkan mereka menjadi sasaran eksploitasi dan tindak kekerasan, sehinggaperlu segera dilakukan penanganan secara konfrehensif, terpadu dan berkesinambungan;
c.       bahwa pengaturan pembinaan anak Jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen yang ada tidak memadai lagi sehingga dipandang perlu membentuk Peraturan Daerah; Pembinaan

Paragraf Satu Pembinaan Pencegahan Pasal 6

(1) Pembinaan Pencegahan dilakukan oleh pemerintah dan/atau masyarakat untuk mencegah berkembangnya dan meluasnya jumlah penyebaran dan kompleksitas permasalahan penyebab adanya anak di jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen; (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini meliputi : a. pendataan;
b.  pemantauan, pengendalian dan pengawasan;
c.  sosialisasi;
d.  kampanye.
(3) Pembinaan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan
(2) pasal ini dilakukan oleh perseorangan, keluarga, kelompok organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial dan instansi terkait;
(4) Tata cara melakukan kerja sama dengan stake holder dan/atau pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pasal ini, pasal 21 ayat (5) dan pasal 32 ayat (7) Peraturan Daerah ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Walikota.

Pasal 7

(1)     Pendataan sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (2) huruf a Peraturan Daerah ini dilakukan untuk memperoleh data yang benar tentang klasifikasi antara anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen;(2) Pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dilakukan oleh para pihak yang terlibat untuk pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat 
(2)     huruf a Peraturan Daerah ini dengan menyiapkan instrument pendataan yang memuat tentang nama, alamat, daftar keluarga, kondisi tempat tinggal, latar belakang kehidupan sosial ekonomi, asal daerah, pekerjaan, status keluarga dan permasalahan pokok yang dihadapi;
(3)     Pihak yang dimaksud ayat (2) pasal ini adalah Dinas Sosial dan/atau bekerja sama dengan instansi terkait serta lembaga swadaya masyarakat (LSM). Pasal 8
(1) Pemantauan, pengendalian dan pengawasan terhadap sumber - sumber atau penyebab munculnya anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen sebagaimana dimaksud dalam pada Pasal 6 ayat (2) huruf b Peraturan Daerah ini dilakukan dengan cara :
a.  melakukan patroli di tempat umum yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Makassar;
b.  memberikan informasi tentang keberadaan anak jalanan, gelandangan pengemis dan pengamen yang melakukan aktifitas di tempat umum, secara perseorangan, keluarga maupun secara berkelompok.

(2) Pemantauan, pengendalian dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dilakukan oleh Dinas Sosial dan/atau bekerja sama dengan instansi terkait serta unsure masyarakat.

Pasal 9

(1) Sosialisasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (2) huruf c Peraturan Daerah ini yang dilakukan oleh instansi terkait, meliputi : a. sosialisasi secara langsung;
b. sosialisasi secara tidak langsung.
(2)     Sosialisasi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini dilakukan oleh Dinas Sosial dan instansi terkait dan dapat bekerja sama dengan kelompok, organisasi sosial (Orsos) melalui kegiatan interaktif dan ceramah;
(3)     Sosialisasi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b pasal ini dapat melalui media cetak maupun media elektronik; (4) Sosialisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2),dan
(3) pasal ini ditujukan kepada perseorangan, keluarga, lembaga pendidikan, masyarakat, organisasi sosial (Orsos) dan instansi terkait.

Pasal 10

(1)     Kampanye sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (2) huruf d Peraturan Daerah ini untuk mengajak dan mempengaruhi seseorang atau kelompok untuk ikut melaksanakan kegiatan pembinaan dan pengendalian terhadap anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen;
(2)     Kampanye dilakukan melalui kegiatan yang mengikutsertakan kelompok-kelompok masyarakat tertentu baik dalam bentuk pertunjukan, pertandingan, lomba, orasi, pemasangan rambu-rambu tentang larangan memberi uang di jalanan;
(3)     Kegiatan kampanye dapat dilakukan bekerja sama dengan stakeholder yang memiliki kepedulian yang tidak mengikat; 
(4)     Tata cara melakukan kerja sama dengan stake holder dan/atau pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pasal ini, pasal 21 ayat (5) dan pasal 32 ayat (7) Peraturan Daerah ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.

Paragraf Dua Pembinaan Lanjutan Pasal 11

(1)  Pembinaan lanjutan dilakukan terhadap anak jalanan, gelandangan pengemis dan pengamen sebagai upaya meminimalkan atau membebaskan tempat - tempat umum dari anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen.
(2)  Pembinaan Lanjutan dilakukan dengan cara :
a.  Perlindungan;
b.  Pengendalian Sewaktu-waktu;
c.  Penampungan Sementara;
d.  Pendekatan Awal;
e.  Pengungkapan dan Pemahaman Masalah (assesment);
f.   Pendampingan Sosial;
g.  Rujukan.

Pasal 12

(1)     Perlindungan sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (2) huruf a Peraturan Daerah ini dilakukan untuk menghalangi anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen untuk tidak turun di jalanan dengan cara melakukan posko yang berbasis di jalanan (in the street) dan tempat umum pada titik-titik rawan dimana anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen sering melakukan aktifitasnya;
(2)     Pelaksanaan posko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dilakukan oleh Dinas Sosial bekerja sama dengan unsur Satuan Polisi Pamong Praja, unsur POLRI dan atau unsur instansi terkait, unsur mahasiswa, lembaga social masyarakat (LSM);
(3)     Pelaksanaan posko sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini dilakukan kegiatan kampanye dan kegiatan sosialisasi;
(4)     Pelaksanaan Posko sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini tidak dilakukan tindakan penangkapan akan tetapi dilakukan tindakan pengungkapan masalah berdasarkan situasi dan kondisi pada saat dilakukan kegiatan posko tersebut.

Pasal 13

(1)     Pengendalian sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (2) huruf b Peraturan Daerah ini dilakukan oleh tim terpadu terdiri dari Dinas Sosial, unsur Satpol PP dan
dapat dengan unsur POLRI; 
(2)     Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah kegiatan yang dilakukan secara koordinatif dengan instansi terkait terhadap anak Jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen serta kelompok atau perorangan yang mengatasnamakan lembaga sosial dan/atau panti asuhan yang melakukan aktivitas di tempat umum;
(3)     Pengendalian sewaktu-waktu dilakukan dalam rangka perlindungan terhadap anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen serta kelompok atau perorangan yang mengatasnamakan lembaga sosial dengan memperhatikan hak-hak asasi manusia, perlindungan anak dan tujuan pembinaan.

Pasal 14

(1)  Penampungan sementara sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (2) huruf c Peraturan Daerah ini dilakukan pembinaan yang dilakukan dengan sistem panti social pemerintah dalam waktu maksimal 10 hari, bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi
Sulawesi Selatan sebagai pemilik panti sosial pemerintah yang dimaksud;
(2)  Penampungan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) pasal ini dilakukan dalam rangka pembinaan yang meliputi bimbingan sosial, bimbingan mental spiritual, bimbingan hukum dan permainan adaptasi social (outbound);
(3) Selama dalam penampungan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini, Dinas Sosial bersama unsur instansi terkait yang tergabung dalam tim pokja melindungi dan menjamin hak asasi anak yang bersangkutan, perlindungan anak dan tujuan pembinaan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 15
(1)     Pendekatan awal melalui identifikasi dan seleksi terhadap anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (2) huruf d Peraturan Daerah ini dilakukan untuk menyeleksi berdasarkan indikator yang meliputi identitas diri, latar belakang pendidikan, status sosial dan permasalahan lingkungan sosial anak yang bersangkutan;
(2)     Identifikasi dan seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini digunakan sebagai landasan untuk menentukan tahapan proses pembinaan selanjutnya. Pasal 16
(1)     Pengungkapan dan pemahaman masalah (assesment) sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (2) huruf e Peraturan Daerah ini, dilakukan untuk memahami dan mendalami masalah yang dihadapi dan untuk pemenuhan kebutuhan anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen;
(2)     Masalah dan kebutuhan sebagaimana dimaksud pasal ini di bahas untuk selanjutnya dilakukan pembinaan sesuai potensi dan bakatnya masing-masing;
(3)     Pengungkapan dan pemahaman masalah (assesment) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, dijadikan sebagai file permanen bagi setiap anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen. File tersebut akan digunakan untuk pemantauan dan pembinaan selanjutnya;
(4)     Pengungkapan dan pemahaman masalah (assesment) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pasal ini dilakukan dengan studi kasus berdasarkan data yang diperoleh dan temu bahas (case conference).

Pasal 17

(1)     Pendampingan Sosial sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (2) huruf f Peraturan Daerah ini dilakukan melalui bimbingan individual terhadap anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen serta keluarganya secara rutin dan berkesinambungan;
(2)     Pendampingan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dapat dilakukan oleh pekerja sosial pemerintah maupun pekerja sosial swasta dan/atau lembaga social masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap penerima pelayanan.
Pasal 18
Rujukan sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (2) huruf g Peraturan Daerah ini meliputi pelayanan kesehatan secara gratis, memfasilitasi untuk mengikuti pendidikan formal dan non formal, pengembalian bersyarat, pembinaan rehabilitasi sosial melalui sistem dalam panti, rumah sakit jiwa bagi penyandang psikotik, rumah sakit kusta, pendampingan hukum, perlindungan khusus serta di proses secara hukum sesuai perundang-undangan yang berlaku.

Paragraf Tiga Usaha Rehabilitasi Sosial

Pasal 19
(1)  Untuk memantapkan taraf kesejahteraan sosial penerima pelayanan agar mereka mampu melakukan kembali fungsi sosialnya dalam tata kehidupan bermasyarakat maka harus diadakan rehabilitasi sosial;
(2)  Sasaran usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah :
-  Anak Jalanan Usia Produktif;
-  Anak Jalanan Usia Balita;
-  Anak Jalanan Usia Sekolah;
-  Gelandangan Psikotik;
-  Gelandangan Usia Lanjut;
-  Pengemis Usia Produktif;
-  Pengemis Usia Lanjut;
-  Pengemis Eks Kusta
-  Pengemis yang mengatasnamakan Lembaga Sosial atau Panti Asuhan; - Pengamen yang beraktifitas di jalanan.
(3) Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) pasal ini dilakukan melalui sistem panti dan/atau luar panti.

Pasal 20

Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 ayat (2) Peraturan Daerah ini bagi anak jalanan usia produktif, dengan jenis kegiatan, yaitu : a. Bimbingan Mental Spiritual;
b.  Bimbingan Fisik;
c.  Bimbingan Sosial;
d.  Bimbingan dan Pelatihan Keterampilan;
e.  Bantuan Stimulans Peralatan Kerja;
f.   Penempatan.

Pasal 21

(1)     Bimbingan mental spiritual sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 huruf a Peraturan Daerah ini dilakukan untuk membentuk sikap dan perilaku seseorang maupun kelompok sesuai dengan norma yang berlaku dimasyarakat yang meliputi bimbingan keagamaan, bimbingan budi pekerti dan bimbingan norma-norma kehidupan;
(2)     Bimbingan fisik sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 huruf b Peraturan Daerah ini meliputi kegiatan olah raga dan pemeriksaan kesehatan;
(3)     Bimbingan sosial sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 huruf c Peraturan Daerah ini sebagai upaya untuk memberikan motivasi dan menumbuh kembangkan kesadaran dan tanggung jawab sosial dalam membantu memecahkan permasalahan sosial baik perorangan maupun secara berkelompok;
(4)     Bimbingan dan pelatihan keterampilan sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 huruf d Peraturan Daerah ini disesuaikan dengan kemampuan bakat individu dengan kebutuhan pasar kerja sebagai upaya dan bekal yang dapat digunakan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak serta menciptakan kemandirian individu;
(5)     Bimbingan dan pelatihan keterampilan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4) pasal ini dilakukan di dalam panti rehabilitasi sosial dan/atau dilaksanakan dalam bentuk kerja sama (kemitraan) dengan instansi terkait dan/atau stake holder;
(6)     Bantuan stimulans peralatan kerja sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 huruf e Peraturan Daerah ini sebagai motivasi untuk mengembangkan usaha yang dimiliki sesuai dengan jenis keterampilan yang diperoleh;
(7)     Penempatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 huruf f Peraturan Daerah ini dilakukan untuk memfasilitasi penerima pelayanan yang memiliki keterampilan untuk meperoleh kesempatan kerja yang dapat menciptakan penghasilan pada tempat yang layak agar dapat hidup mandiri dan/atau kembali ke keluarga dan masyarakat. Pasal 22
(1)     Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 ayat (2) Peraturan Daerah ini bagi anak jalanan usia balita, dilakukan melalui pendekatan pembinaan dalam keluarga berupa pendampingan dan pemberian makanan tambahan;
(2)     Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini melakukan kegiatan Pendidikan Pra Sekolah yang mencakup permainan anak, pengembangan bakat dan minat; (3) Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini dilaksanakan oleh pekerja sosial profesional, pekerja sosial masyarakat, anggota lembaga sosial masyarakat dan anggota karang taruna yang telah mengikuti bimbingan dan pelatihan pendampingan. Pasal 23
Jenis usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada pada Pasal 19 ayat (2) Peraturan Daerah ini bagi anak jalanan usia sekolah, meliputi :
a.  Bimbingan Mental Spiritual;
b.  Bimbingan Fisik;
c.  Bimbingan Sosial;
d.  Bimbingan Pra Sekolah;
e.  Bantuan Stimulans Beasiswa dan Peralatan Sekolah;
f.   Penempatan.

Pasal 24

(1)     Bimbingan mental spiritual sebagaimana dimaksud pada Pasal 23 huruf a Peraturan Daerah ini dilakukan untuk membentuk sikap dan perilaku anak, agar berkeinginan sekolah atau kembali ke bangku sekolah formal melalui bimbingan keagamaan, bimbingan budi pekerti dilakukan oleh Pendamping;
(2)     Bimbingan fisik sebagaimana dimaksud pada Pasal 23 huruf b Peraturan Daerah ini meliputi kegiatan olah raga dan pemeriksaan kesehatan;
(3)     Bimbingan sosial sebagaimana dimaksud pada Pasal 23 huruf c Peraturan Daerah ini sebagai upaya untuk memberikan motivasi dan menumbuh kembangkan kesadaran dan kemandirian untuk membantu memecahkan permasalahannya sendiri;
(4)     Bimbingan Pra Sekolah sebagaimana dimaksud pada Pasal 23 huruf d Peraturan Daerah ini dilakukan pendalaman terhadap kemampuan individu sebagai upaya untuk mempersiapkan penerima pelayanan memasuki dunia pendidikan formal yang lebih terarah, terbina dan pengenalan kondisi situasi sekolah serta memberikan pemahaman dan pengertian pada matapelajaran sekolah sesuai dengan strata sekolah yang dilakukan oleh instansi terkait, pendamping dan stakeholder;
(5)     Bantuan stimulans beasiswa dan peralatan sekolah sebagaimana dimaksud pada Pasal 23 huruf e Peraturan Daerah ini sebagai motivasi belajar dan meringankan beban keluarga penerima pelayanan;
(6)     Bantuan stimulans sebagaimana dimaksud ayat (5) pasal ini akan dilaksanakan dalam bentuk kerja sama (kemitraan) dengan dinas terkait dan/atau stake holder;
(7)     Penempatan sebagaimana dimaksud Pasal pada 23 huruf f Peraturan Daerah ini meliputi kegiatan pengembalian ke keluarga dan/atau difasilitasi untuk memperoleh kesempatan mengikuti pendidikan formal dan non formal sebagai berikut:
a.       pendidikan formal dilakukan berdasarkan strata sekolah dengan pertimbangan usia anak dan lokasi sekolah yang dekat dengan alamat rumah;
b.       pendidikan non formal dimaksudkan untuk memfasilitasi anak putus sekolah dengan mempertimbangkan usia anak yang akan dirujuk untuk memasuki program paket A,B dan C. Pasal 25
(1)     Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 ayat (2) Peraturan Daerah ini bagi gelandangan psikotik dimaksudkan untuk mengembalikan fungsi sosialnya dengan merujuk ke rumah sakit jiwa, dikembalikan kepada keluarga atau ke daerah asal yang dilaksanakan dalam bentuk kerja sama (kemitraan) dengan instansi terkait dan atau stake holder.
(2)     Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini sebagai berikut:
a.  merujuk kerumah sakit jiwa dalam upaya penyembuhan;
b.  mengembalikan kepada pihak keluarga atau ke daerah asal yang telah dinyatakan sehat dari rumah sakit bersangkutan. Pasal 26
(1)     Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 ayat (2) Peraturan Daerah ini bagi gelandangan usia lanjut dan pengemis usia lanjut dimaksudkan untuk memperoleh penghidupan dan kehidupan yang layak; 
(2)     Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini dilakukan melalui upaya :
a.  pembinaan keluarga;
b.  rujukan.
(3)  Pembinaan keluarga sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf a Pasal ini dilakukan melalui bimbingan dan motivasi agar tumbuh kesadaran dan percaya diri untuk tidak melakukan kegiatan sebagai gelandangan dan pengemis;
(4)  Rujukan sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b Pasal ini adalah ke panti jompo;
(5)  Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud ayat (1), (2), (3) dan (4) pasal ini dilakukan oleh Dinas Sosial, instansi terkait dan panti jompo. Pasal 27
(1)     Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 ayat (2) Peraturan Daerah ini bagi pengemis usia produktif dilakukan untuk memperoleh penghidupan dan kehidupan yang layak dan bermartabat.
(2)     Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dilakukan melalui upaya :
a.  Bimbingan Mental Spiritual;
b.  Bimbingan Sosial;
c.  Pelatihan Keterampilan dan Kewirausahaan;
d.  Bantuan Stimulans Peralatan Kerja dan/atau Modal Usaha;
e.  Pengembalian dan atau Pemulangan ke Daerah Asal.

Pasal 28

(1) Bimbingan mental spiritual sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 ayat (2) huruf a Peraturan Daerah ini dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran, sikap dan perilaku bagi pengemis usia produktif agar tidak melakukan aktifitas mengemis di tempat umum; (2) Bimbingan sosial sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 ayat (2) huruf b Peraturan Daerah ini sebagai upaya untuk memberikan motivasi dan menumbuhkembangkan kesadaran dan kemandirian untuk membantu memecahkan permasalahannya sendiri; (3) Pelatihan keterampilan dan kewirausahaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 ayat (2) huruf c Peraturan Daerah ini dilakukan untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan sosial dimana berdomisili;
(4)     Bantuan stimulans peralatan kerja dan atau modal usaha sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 ayat (2) huruf d Peraturan Daerah ini diberikan kepada pengemis usia produktif yang telah mengikuti kegiatan pelatihan dan disesuaikan dengan keterampilan yang dimiliki untuk menumbuhkembangkan kemandirian usaha sehingga dapat hidup secara layak dan bermartabat;
(5)     Bantuan stimulans modal usaha sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 ayat (2) huruf d Peraturan Daerah ini diberikan kepada pengemis usia produktif berupa modal usaha yang disesuaikan dengan jenis usaha ekonomis produktif dan keterampilan yang dimiliki; (6) Pengembalian dan atau pemulangan ke daerah asal sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 ayat (2) huruf e Peraturan Daerah ini dimaksudkan sebagai upaya untuk dapat kembali ke lingkungan keluarga dan masyarakat yang dilaksanakan oleh petugas Dinas Sosial dan atau Satpol PP.

Pasal 29

(1)     Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 ayat (2) Peraturan Daerah ini bagi pengemis eks kusta dilakukan agar yang bersangkutan memperoleh penghidupan dan kehidupan yang layak;
(2)     Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dilakukan melalui upaya :
a.  bimbingan mental spiritual;
b.  bimbingan sosial ;
c.  bimbingan hukum;
d.pelatihan keterampilan dan kewirausahaan untuk keluarga;
e.  bantuan stimulans untuk keluarga;
f.   pengembalian dan/atau pemulangan ke daerah asal. Pasal 30
(1)   Bimbingan mental spiritual sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 ayat (2) huruf a Peraturan Daerah ini dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran, sikap dan perilaku bagi eks kusta agar tidak melakukan aktifitas mengemis di tempat umum;
(2)   Bimbingan sosial sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 ayat (2) huruf b Peraturan Daerah ini sebagai upaya untuk memberikan motivasi kepada penerima pelayanan agar tidak melakukan aktifitas mengemis di tempat umum;
(3)   Bimbingan hukum sebagaimana dimaksud pada pasal 29 ayat (2) huruf c Peraturan Daerah ini dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran hukum dan dapat mengetahui bahwa keberadaan mereka mengemis di tempat umum mengganggu ketertiban umum;
(4)   Pelatihan keterampilan dan kewirausahaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 ayat (2) huruf d Peraturan Daerah ini dilakukan untuk memberi pengetahuan dan keterampilan sesuai kemampuan yang mereka miliki kepada keluarga eks kusta yang memiliki anggota keluarga usia produktif;
(5)   Bantuan stimulans sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 ayat (2) huruf e Peraturan
Daerah ini diberikan kepada keluarga eks kusta yang telah mengikuti kegiatan pelatihan, dilakukan untuk menumbuhkan keinginan berusaha agar dapat menciptakan kemandirian usaha sehingga dapat hidup secara layak;
(6)   Pengembalian (pemulangan) ke daerah asal sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 ayat (2) huruf f Peraturan Daerah ini sebagai upaya untuk dapat kembali ke lingkungan keluarga dan masyarakat;
(7)   Pengembalian (pemulangan) ke daerah asal sebagaimana dimaksud ayat (6) pasal ini dilakukan oleh petugas Dinas Sosial dan Satpol PP;
(8)   Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pasal ini dilakukan oleh Dinas Sosial, instansi terkait dan lintas daerah.

Pasal 31

(1) Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 ayat (2) Peraturan Daerah ini bagi pengamen yang melakukan aktifitas di jalanan dimaksudkan untuk memberikan peluang dan kesempatan untuk memperoleh aktifitas yang bersifat produktif dan penyaluran bakat seni,
sehingga tercipta keteraturan dan kedisiplinan hidup; (2) Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, dilakukan upaya berupa :
a.  Bimbingan Mental Spiritual;
b.  Bimbingan Sosial ;
c.  Bimbingan Hukum;
d.  Pelatihan Keterampilan dan Kewirausahaan;
e.  Bantuan Stimulans;
f.   Pendidikan Non Formal (Paket A,B,C);
g.  Pembinaan Pola Kemitraan Usaha;
h.  Pelatihan Pengembangan Bakat Seni.

Pasal 32

(1)     Bimbingan mental spiritual sebagaimana dimaksud pada Pasal 31 ayat (2) huruf a Peraturan Daerah ini dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran, sikap dan perilaku bagi pengamen agar tidak melakukan aktivitas di jalanan;
(2)     Bimbingan sosial sebagaimana dimaksud pada Pasal 31 ayat (2) huruf b Peraturan Daerah ini sebagai upaya untuk memberikan motivasi kepada penerima pelayanan agar tidak melakukan aktivitas di jalanan;
(3)     Bimbingan hukum sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 ayat (2) huruf c Peraturan Daerah ini dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran hukum dan dapat mengetahui bahwa aktifitas mereka mengamen di jalanan, mengganggu ketertiban umum;
(4)     Pelatihan keterampilan dan kewirausahaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 31 ayat (2) huruf d Peraturan Daerah ini dilakukan untuk memberi pengetahuan dan keterampilan sesuai kemampuan yang mereka miliki; 
(5)     Bantuan stimulans sebagaimana dimaksud pada Pasal 31 ayat (2) huruf e Peraturan Daerah ini dilakukan untuk menumbuhkan keinginan berusaha agar dapat menciptakan kemandirian usaha sehingga dapat hidup secara layak; 
(6)     Pendidikan non formal (Paket A,B,C) sebagaimana dimaksud pada Pasal 31 ayat (2) huruf f Peraturan Daerah ini dilakukan  untuk memberikan kesempatan kepada pengamen yang putus sekolah dan masih memiliki keinginan untuk memperoleh pendidikan formal; (7) Pembinaan pola kemitraan usaha sebagaimana dimaksud pada Pasal 31 ayat (2) huruf g Peraturan Daerah ini dilakukan sebagai upaya untuk menciptakan kesempatan bagi stakeholder baik secara individu, kelompok, lembaga, perusahaan dan masyarakat untuk ikut berperan secara aktif dalam melaksanakan kegiatan pembinaan pengembangan kewirausahaan dan bakat seni yang dimiliki pengamen; 
(8) Pelatihan pengembangan bakat seni sebagaimana dimaksud pada Pasal 31 ayat (2) huruf h Peraturan Daerah ini sebagai proses untuk melatih dan mengembangkan bakat seni pengamen baik secara individu maupun kelompok dalam kegiatan klinik musik dan/atau pertunjukan yang dapat dijadikan sebagai kompetisi untuk menambah wawasan, kemampuan dan kualitas musik.

Pasal 33

(1)     Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 ayat (2) Peraturan Daerah ini bagi pengemis yang mengatasnamakan lembaga sosial atau panti asuhan dimaksudkan untuk melakukan pembinaan dan pengendalian kelembagaan yang dilaksanakan berdasarkan standarisasi sistem pelayanan panti asuhan;
(2)     Usaha rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, dilakukan sebagai upaya, untuk :
a.  Penyadaran Hukum;
b.  Konfirmasi Kelembagaan;
c.  Pembinaan Keluarga;
d.  Pemulangan ke Daerah Asal.


Pasal 34

(1)     Penyadaran hukum sebagaimana dimaksud pada Pasal 33 ayat (2) huruf a Peraturan Daerah ini dilakukan oleh tim pokja bersama pengurus lembaga sosial atau panti social untuk memberikan kesadaran hukum sehingga dapat memahami, mengerti dan mengetahui bahwa aktifitas yang mereka lakukan merugikan dan meresahkan masyarakat, dan/atau merupakan pelanggaran hukum berupa tindak penipuan yang dapat di proses secara hukum berdasarkan
Kitab Undang-undang Hukum Pidana;
(2)     Konfirmasi kelembagaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 33 ayat (2) huruf b Peraturan Daerah ini dapat dilakukan oleh tim pokja bersama pengurus lembaga sosial atau panti
asuhan yang merasa dirugikan untuk mengetahui keterlibatan lembaga sosial yang merekomendasi aktivitas pengemis yang mengatas namakan lembaga sosial atau panti asuhan;
(3)     Pembinaan keluarga sebagaimana dimaksud pada Pasal 33 ayat (2) huruf c Peraturan Daerah ini dimaksudkan sebagai upaya penguatan keluarga agar dapat terlibat secara langsung untuk memberikan pembinaan dan pengarahan terhadap keluarganya agar tidak lagi melakukan aktivitas mengemis yang mengatasnamakan lembaga sosial atau panti asuhan;
(4)     Pemulangan ke daerah asal sebagaimana dimaksud pada pasal 33 ayat (2) huruf d Peraturan Daerah ini dimaksudkan sebagai upaya untuk dapat kembali kelingkungan keluarga, masyarakat dan daerah asal.
Bagian Ketiga

Eksploitasi Pasal 35

(1)  Setiap orang dan/atau badan dengan alasan apapun di larang melakukan eksploitasi dalam wilayah kota; 
(2)  Pelaku eksploitasi sebagai mana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dapat dilakukan oleh kedua orang tua dan/atau orang lain. Untuk pelaku eksploitasi yang dilakukan oleh kedua orang tua dapat dilakukan pembinaan dalam batas waktu tertentu, sementara pelaku eksploitasi yang dilakukan  oleh orang lain dilakukan pola pengendalian melalui proses hukum sebagaimana ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
(3)  Pemerintah Kota dan/atau anggota masyarakat berkewajiban melakukan usaha pembinaan bagi pelaku eksploitasi atau yang dicurigai telah mengeksploitir anak jalanan, gelandangan, pengemis, dan  pengamen serta pengemis yang mengatasnamakan lembaga sosial atau panti asuhan baik untuk tujuan ekonomi maupun untuk dipekerjakan khususnya bagi anak dibawah umur;
(4)  Bentuk usaha pembinaan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) pasal ini berupa :
a.       pembinaan dan penyuluhan yang berkaitan dengan undang-undang perlindungan anak melalui perorangan maupun kelompok lewat media elektronik, rumah ibadah maupun media cetak serta penyebar luasan informasi melalui brosur, pamplet, spanduk, papan bicara dan dialog interaktif;
b.       sosialisasi dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa eksploitasi terhadap anak melanggar peraturan dan perundang-undangan yang berlaku;
c.       melakukan pemantauan, pengamatan dan pengawasan sebagai upaya untuk mengetahui pelaku eksploitasi atau yang dicurigai melakukan eksploitasi, selanjutnya dilaporkan kepada
yang berwenang untuk ditindaklanjuti sesuai proses hukum yang berlaku;
Bagian Keempat

Pemberdayaan Pasal 36

(1)     Pemberdayaan terhadap keluarga anak jalanan, keluarga gelandangan pengemis, keluarga pengamen dan keluarga eks kusta dimaksudkan sebagai upaya untuk melakukan kegiatan peningkatan kesejahteraan sosial;
(2)     Keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah terdiri atas orang tua kandung, saudara kandung, anak kandung, kakek dan nenek dan/atau walinya;
(3)     Pemberdayaan keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah suatu proses penguatan keluarga yang dilakukan secara terencana dan terarah melalui kegiatan bimbingan dan pelatihan keterampilan;
(4)     Kegiatan sebagaimana dimaksud ayat (3) pasal ini dilakukan oleh Dinas Sosial dan/atau melibatkan lembaga sosial yang memiliki kegiatan usaha kesejahteraan sosial; (5) Pemberdayaan keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dilakukan pendampingan yang dilaksanakan oleh Pekerja Sosial Profesional, Pekerja Sosial Masyarakat (PSM), anggota lembaga sosial masyarakat yang telah mengikuti bimbingan dan pelatihan pendampingan.

Pasal 37

Kegiatan pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 36 ayat (1) Peraturan Daerah ini dilaksanakan melalui :
a.  Pelatihan Keterampilan Berbasis Rumah Tangga;
b.  Pelatihan Kewirausahaan;
c.  Pemberian Bantuan Modal Usaha Ekonomis Produktif (UEP);
d.  Pembentukan Kelompok Usaha Bersama (KUBE);
e.  Pengembangan Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Pasal 38
(1)     Pelatihan keterampilan berbasis rumah tangga sebagaimana dimaksud pada pasal 37 huruf a Peraturan Daerah ini dilakukan untuk memberi pengetahuan dan keterampilan yang disesuaikan dengan bakat dan minat serta lingkungan sosialnya, yang dilaksanakan bekerja sama dengan lintas sektoral dan stake holder;
(2)     Pelatihan kewirausahaan sebagaimana dimaksud pada pasal 37 huruf b Peraturan Daerah ini dilakukan untuk memberi pemahaman dan pengetahuan tentang prinsip-prinsip usaha kecil dan menengah yang disesuaikan dengan keterampilan yang mereka miliki dan berdasarkan kondisi lingkungan tempat mereka berdomisili sehingga mereka dapat termotivasi untuk melakukan aktifitas usaha mandiri guna membantu penghasilan keluarganya;
(3)     Pemberian bantuan modal usaha ekonomis produktif (UEP) sebagaimana dimaksud pada pasal 37 huruf c Peraturan Daerah ini dilakukan guna memberikan bantuan stimulant berupa barang / bahan dagangan dan/atau modal usaha kecil sebagai modal dasar dalam rangka membentuk dan memotivasi untuk menciptakan kemandirian keluarga yang dilakukan secara perorangan;
(4)     Pembentukan kelompok usaha bersama (KUBE) sebagaimana dimaksud pada pasal 37 huruf d Peraturan Daerah ini dimaksudkan untuk mengembangkan usaha ekonomis produktif melalui pembinaan dalam bentuk pengelompokan keluarga yang memiliki jenis usaha yang sama antara 5 sampai 10 keluarga;
(5)     Pengembangan kelompok usaha bersama (KUBE) sebagaimana dimaksud pada Pasal 37 huruf e Peraturan Daerah ini dimaksudkan untuk mengembangkan kelompok usaha bersama yang berhasil melalui pendekatan pemberian modal usaha pengembangan.
Bagian Kelima

Bimbingan Lanjut Pasal 39

(1)     Bimbingan lanjut terhadap anak jalanan, gelandangan, pengemis, pengamen, eks kusta dan keluarga yang telah mendapat pembinaan pencegahan, pembinaan lanjutan dan usaha rehabilitasi sosial dilaksanakan untuk monitoring dan evaluasi hasil kinerja secara terencana dan berkesinambungan;
(2)     Bimbingan lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dilakukan melalui kegiatan monitoring evaluasi dengan cara kunjungan rumah. Pasal 40
(1) Sasaran bimbingan lanjut, adalah :
-  Anak Jalanan Usia Produktif;
-  Anak Jalanan Usia Balita;
-  Anak Jalanan Usia Sekolah;
-  Gelandangan Psikotik;
-  Gelandangan Usia Lanjut;
-  Pengemis Usia Produktif;
-  Pengemis Usia Lanjut;
-  Pengemis Eks Kusta;
-  Pengemis yang mengatasnamakan Lembaga Sosial atau Panti Asuhan; - Pengamen yang beraktifitas di jalanan.
(2) Bimbingan lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini menjadi rujukan untuk melakukan kegiatan pengembangan usaha dan pengembangan kemandirian.
Bagian Keenam

Partisipasi Masyarakat Pasal 41

(1)     Masyarakat dapat berpartisipasi dalam melakukan pembinaan anak jalanan, gelandangan, pengemis, eks kusta, pengamen dan keluarga;
(2)     Partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dilakukan dengan cara pembinaan pencegahan, pembinaan lanjutan dan rehabilitasi sosial;
(3)     Partisipasi yang dilakukan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) pasal ini berupa pembinaan terhadap anak jalanan, gelandangan, pengemis, eks kusta dan pengamen serta pengemis yang mengatasnamakan lembaga sosial atau panti asuhan untuk tidak melakukan kegiatan mengemis di tempat umum;
(4)     Bentuk kegiatan dimaksud pada ayat (3) pasal ini adalah dengan cara tidak membiasakan memberi uang atau barang kepada anak jalanan, gelandangan, pengemis, eks kusta, pengamen yang beraktifitas di jalanan serta pengemis yang mengatasnamakan lembaga sosial atau panti asuhan yang ada di tempat umum. Pasal 42
Masyarakat yang berkeinginan untuk berpartisipasi di dalam kegiatan pembinaan anak jalanan, gelandangan, pengemis, eks kusta, pengamen serta pengemis yang mengatasnamakan lembaga sosial atau panti asuhan dapat menyalurkan langsung kepada panti sosial resmi yang ada dan/atau melalui rekening resmi Pemerintah.

BAB IV HAK DAN KEWAJIBAN

Pasal 43

(1) Setiap pengguna jalan berhak dan berkewajiban untuk hidup damai, aman dan tenteram tanpa ada tekanan;


Tidak ada komentar:

Posting Komentar