BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pemerintahan
dibentuk dengan maksud untuk membangun peradaban dan menjaga sistem ketertiban
sosial sehingga masyarakat bisa menjalani kehidupan secara wajar dalam konteks
kehidupan bernegara. Dalam perkembangannya, konsep pemerintahan mengalami
transformasi paradigma dari yang serba negara ke orientasi pasar (market or
public interest), dari pemerintahan yang kuat, besar dan otoritarian ke
orientasi small and less government, egalitarian dan demokratis, serta
transformasi sistem pemerintahan dari yang sentralistik ke desentralistik.
Penyelenggaraan
pemerintahan yang baik adalah landasan bagi penyusunan dan penerapan kebijakan
negara yang demokratis dalam era globalisasi. Fenomena demokrasi ditandai
dengan menguatnya kontrolmasyarakat
terhadap
penyelenggaraan pemerintahan, sementara fenomena globalisasi ditandai dengan
saling ketergantungan antara bangsa, terutama dalam pengelolaan sumber -sumber
daya ekonomi dan aktivitas dunia usaha.
Pemerintahan
yang bersih umumnya berlangsung di negara yang masyarakatnya menghormati hukum.
Pemerintahan yang seperti ini juga disebut sebagai pemerintahan yang baik.
Pemerintahan yang baik itu hanya bisa dibangun melalui pemerintahan yang bersih
dengan aparatur birokrasinya yang terbebas dari KKN. Dalam rangka mewujudkan
pemerintahan yang bersih, pemerintah harus memiliki moral dan proaktif serat
check andbalances, Tidak mungkin mengharapkan pemerintah sebagai suatu komponen
dari proses politik memenuhi prinsip pemerintahan yang bersih apabila tidak
memiliki moral, Proaktif serta check and balances.
Korupsi
di Indonesia sudah menjadi fenomena yang sangat mencemaskan, karena telah
semakin meluas bukan hanya pada lembaga eksekutif, melainkan sudah merambah ke
lembaga legislatif dan yudikatif. Kondisi tersebut telah menjadi salah satu
faktor penghambat utama pelaksanaan pembangunan di Indonesia. Ketidakberhasilan
pemerintah memberantas korupsi secara tuntas juga semakin melemahkancitra pemerintah
dimata masyarakat dalam pelaksanaan pemerintah yang tercermin dalam
bentukketidakpercayaan masyarakat, etidak patuhan masyarakat terhadap hukum,
dan bertambahnya jumlah angka kemiskinan absolute. Apabila tidak ada perbaikan
yang berarti, maka kondisi tersebut pada akhirnya akan berpotensi membahayakan
kesatuan dan persatuan bangsa.
Berdasarkan
Laporan Tahunan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Indonesia, menyebutkan bahwa
pada tahun 2007 terdapat 17 (tujuh belas) kasus tindak pidana korupsi yang baru
ditangani, diantaranya 9 (sembilan) kasus tindak pidana korupsi tersebut
terjadi pada lembaga eksekutif. Selain itu yang menjadi Perhatian adalah semua
tindak pinana korupsi yang terjadi di daerah tersebut terkait dengankegiatan
pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Sehubungan
dengan itu, sebuah konsep baru yang semula diperkenalkan lembaga-lembaga donor
internasional, yaitu konsep tata kepemerintahan yang baik(good governance),
sekarang menjadi salah satu kata kunci dalam wacana untuk membenahi sistem penyelenggaraan
pemerintahan di Indonesia.
Konsep
ini pertama diusulkan oleh Bank Dunia (World Bank), United Nations Development
Program(UNDP), Asian Development Bank (ADB), dan kemudian banyak pakar di
negaranegaraberkembang bekerja keras untuk mewujudkan gagasan-gagasan baik menyangkut
tata pemerintahan tersebut berdasarkan kondisi lokal dengan mengutamakan unsur -
unsur kearifan lokal.
Tata
kepemerintahan yang baik dalam dokumen UNDP adalah penggunaan wewenang ekonomi,
politik dan administrasi guna mengelola urusan - urusan Negara pada semua
tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses, dan
lembaga-lembaga di mana warga dan kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan
kepentingannya, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan
di antara warga dan kelompok masyarakat. Konseptualisasi good governance lebih
menekankan pada terwujudnya demokrasi, karena itu penyelenggaraan negara yang
demokratis menjadi syarat mutlak bagi terwujudnya good govemance, yang
berdasarkan pada adanya tanggungjawab, transparansi, dan partisipasi
masyarakat. Idealnya, ketiga hal itu akan ada pada diri setiap aktor
institusional dimaksud dengan memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan dan nilai
moral yang menjiwai setiap langkah governance.
Good governance
menunjuk pada pengertian bahwa kekuasaan tidak lagi semata-mata dimiliki atau
menjadi urusan pemerintah, tetapi menekankan pada
pelaksanaan
fungsi pemerintahan secara bersama-sama oleh pemerintah, masyarakat madani, dan
pihak swasta. Good governance juga berarti implementasi kebijakan
sosial-politik untuk kemaslahatan rakyat banyak, bukan hanya untuk kemakmuran
orang-perorang atau kelompok tertentu. Keinginan mewujudkan good governance dalam
kehidupan pemerintahan telah lama dinyatakan oleh para pejabat Pemerintah
Pusat, Propinsi, dan Kabupaten/Kota. bertekad menjadikan good governance sebagai
bagian terpenting dari pemerintah ketika dilantik sebagai Presiden dengan
memberikan instruksi kepada semua menteri untuk memberantas KKN dan mewujudkan
pemerintah yang bersih. Para Walikota/Bupati serta sejumlah kalangan di luar
pemerintahan juga banyak yang menyatakan ingin mewujudkan good
governancemenjadi praktik tata-pemerintahan sehari-hari di lingkungan mereka.
Pertanyaannya
adalah, bagaimana mewujudkan good governancedi dalam pemerintahan kita?
Strategi apa yang sebaiknya dilakukan untuk mewujudkan good governance?
Pertanyaan tersebut, tentu tidak mudah untuk menjawabnya karena sejauh ini
konsep good governancesendiri memiliki arti yang luas dan sering dipahami
secara berbeda-beda. Banyak orang menjelaskangood governance, secara berbeda
karena tergantung pada konteksnya. Dalam konteks pemberantasan KKN, good
governance sering diartikan sebagai pemerintahan yang bersih dari praktik KKN.
Good governancedinilai terwujud jika pemerintah yang berkuasa mampu menjadikan
dirinya sebagai pemerintah yang bersih dari praktik KKN.
Proses
demokratisasi, good governancesering mengilhami para aktivis untuk mewujudkan
pemerintahan yang memberi ruang partisipasi yang luas bagi aktor dan lembaga di
luar pemerintah sehingga ada pembagian peran dan kekuasaan yang seimbang antara
Negara, masyarakat sipil, dan mekanisme pasar. Adanya pembagian peran yang
seimbang dan saling melengkapi antar ketiga unsur tersebut bukan hanya
memungkinkan adanya check and balance, tetapi juga menghasilkan sinergi yang
baik dalam mewujudkan kesejahteraan bersama.
Good governancesebagai
sebuah gerakan juga didorong oleh kepentingan berbagai lembaga donor dan
keuangan internasional untuk memperkuat
institusi yang ada di Negara dunia ketiga dalam melaksanakan berbagai kegiatan
yang dibiayai oleh berbagai lembaga itu. Mereka menilai bahwa,
kegagalan-kegagalan proyek yang mereka biayai merupakan akibat lemahnya
institusi pelaksana di negara-negara dunia ketiga yang disebabkan oleh praktik bad
governance seperti tidak transparan, rendahnya partisipasi warga, rendahnya
daya tanggap terhadap kebutuhan warga, diskriminasi terhadap stakeholders yang
berbeda, dan inefisiensi. Karena itu, lembaga keuangan internasional dan donor
sering mengkaitkan pembiayaan proyek-proyek mereka dengan kondisi atau
ciri-ciri good governance dari lembaga pelaksana.
Tantangan utama dalam
mewujudkan good governance adalah bagaimana mewujudkan ketiga karakteristik
tersebut dalam praktik pemerintahan sehari-hari. Tentu bukan pekerjaan yang
mudah untuk mewujudkan ketiga hal itu dalam praktik pemerintahan sehari-hari di
Indonesia. Tradisi pemerintahan yang ada sekarang ini masih sangatjauh dari
ciri-ciri yang dijelaskan di atas. Pembagian peran antara pemerintah dan
lembaga non-pemerintah sering masih sangat timpang dan kurang proporsional
sehingga sinergi belum optimal. Kemampuan pemerintah melaksanakan kegiatan
secara efisien, berkeadilan, dan bersikap responsif terhadap kebutuhan
masyarakat masih sangat terbatas. Praktik KKN masih terus menggurita dalam kehidupan semua lembaga pemerintahan baik yang
berada di pusat ataupun di daerah.
Strategi jitu perlu
diambil oleh pemerintah dalammengembangkan praktik governance yang baik.
Luasnya cakupan persoalan yang dihadapi, kompleksitas dari setiap persoalan
yang ada, serta keterbatasan sumberdaya dan kapasitas pemerintah dan juga
non-pemerintah untuk melakukan pembaharuan praktik governancemengharuskan
pemerintah mengambil pilihan yang strategis dalam memulai pengembangan praktik
governanceyang baik. Pembaharuan praktik governance, yang dalam banyak hal
masih mencirikan bad governance menuju pada praktik governance yang baik, dapat
dilakukan secara bertahap sesuai dengan kapasitas pemerintah, masyarakat sipil,
dan mekanisme pasar, sejauh perubahan tersebut secara konsisten mengarah pada
perwujudan ketiga karakteristik praktik pemerintahan sebagaimana telah
dijelaskan di atas. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini dilakukan dengan
mengambil judul “Revitalisasi Prinsip-Prinsip Good GovernanceDalam Rangka
Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Baik, Bersih, Dan Bebas Korupsi, Kolusi,
Serta Nepotisme”.
B. Perumusan Masalah
1.
Apa saja prinsip-prinsip good governance dalam rangka
penyelenggaraan pemerintah yang baik bersih korupsi, kolusi serta nepotisme?
2.
Bagaimana kendala-kendala pelaksanaan prinsip good
governance?
3.
Bagaimana upaya agar prinsip good governance dapat
diterapkan agar tercipta pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi serta
nepotisme?
C.
Tujuan
Tujuan utama
yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui dan menganalisis prinsip-prinsip good
governancedalam rangka penyelenggaraan pemerintahyang baik bersih korupsi,
kolusi serta nepotisme.
2.
Untuk mengetahui dan menganalisis kendala-kendala
pelaksanaan prinsip good governance
3.
Untuk mengetahui dan mendapatkan pola upaya penerapan
prinsip good governance.
D.
Manfaat
Manfaat dari
penulisan makalah ini, dapat diharapkan berguna baik dari segi teoritis maupun
segi praktis, kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.
Segi Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan hukum, pemerintah dan masyarakat
pada umumnya serta di bidang ilmu pidana pada khususnya.
b.
Segi Praktis
Memberikan pengetahuan dan masukkan
kepada masyarakat, mahasiswa dan para penegak hukum dan dapat digunakan sebagai
sarana informasi awal bagi para peneliti yang hendak meneliti kajian yang sama.
BAB II
LANDASAN
TEORI
A.
KEPEMIMPINAN
DALAM PERSPEKTIF DEFINISI
Istilah kepemimpinan dan pemimpin berasal dari
kata pimpin yang mengandung beberapa arti yang erat kaitannya dengan pengertian
memelopori, dibagian depan, menuntun, membimbing, mendorong, mengambil
inisiatif, bergerak lebih awal, mendahului, memberi contoh, menggerakkan
orang lain, mengarahkan orang lain, memerintah orang lain dan sebagainya.
Pamudji (1985:5) menjelaskan bahwa dari kata pimpin lahirlah kata kerja
memimpin yang artianya membimbing atau menuntun dan kata benda pemimpin
yaitu orang yang berfungsi memimpin, atau orang yang membimbing atau menuntun.
Di dalam kehidupan sehari-hari dan juga dalam kepustakaan munculah istilah yang
serupa dengan itu dan kadang-kadang dipergunakan silih berganti seakan-akan
tidak ada bedanya satu dengan yang lain, yaitu pimpinan, kepemimpinan, dan
kepemimpinan. Hal tersebut mungkin dapat menimbulkan kekacauan dalam pemikiran
yang berakibat tentunya kekacauan dalam tindakan dan perbuatan seseorang dan
masyarakat, karena istilah-istilah tersebut masing-masing mempunyai arti
sendiri-sendiri.
Banyak konsep yang diajukan oleh para ahli
berkenaan dengan pemimpin dan kepemimpinan, pada umumnya mereka berpendapat
bahwa pemimpin adalah seorang yang dengan cara apapun mampu mempengaruhi
orang lain untuk berbuat sesuatu sesuai dengan kehendak orang bersangkutan
untuk tujuan tertentu, sedangkan kepemimpinan adalah kemampuan seseorang yang
dengan cara tertentu mampu mempengaruhi pihak lain untuk melakukan suatu
tindakan tertentu sesuai dengan kehendak orang bersangkutan dalam kerangka
mencapai tujuan tertentu.
Kepemimpinan mengandung pengertian yang
seringkali sukar ditangkap, maka tidak mengherankan apabila timbul berbagai
macam definisi atau deskripsi tentang kepemimpinan. Ada yang berpendapat
bahwa kepemimpinan adalah sesuatu yang melekat pada diri si pemimpin dan oleh
karenanya kepemimpinan itu lalu dikaitkan dengan pembawaan, kepribadian,
kemampuan dan kesanggupan yang kesemuanya mengarah kepada cirri-ciri atau
sifat-sifat tertentu. Pendapat yang lain mengatakan bahwa kepemimpinan adalah
kegiatan dari si pemimpin, berhubung dengan itu kepemimpinan lalu dikaitkan
dengan kedudukan dan jenis erilaku tertentu. Sedangkan yang lain menyatakan
kepemimpinan sebagai proses antar hubungan atau interaksi antara pemmpin,
pengikut, dan situasi.
Pamudji mengakomodir berbagai definisi dari
kepemimpinan, yang antara lain dikemukakan sebagai berikut:
1. Kepemimpinan sebagai titik pusat proses-proses kelompok, menurut pandangan
ini kepemimpinan dimaknaisebagai titik pusat dari perubahan, kegiatan, dan
proses dari kelompok. Kepemimpinan dipandang sebagai pangkal penyebab daripada
kegiatan-kegitan, proses atau perubahan-perubahan. Kepemimpinan merupakan
gejala kelompok atau gejala sosial.
2. Kepemimpinan adalah suatu kepribadian yang mempunyai pengaruh, faham ini
muncul diantara teoritikus yang berusaha menerangkan mengapa beberapa orang
lebih mampu melaksanakan kepemimpinan daripada orang lain. Kepemimpinan disini
dipandang sebagai akibat dari pengaruh yang bersifat sepihak. Mereka mengakui
pemimpin dapat mempunyai sifat-sifat yang membedakannya dari pengikut, tetapi
mereka itu pada umumnya gagal mengakui adanya corak-corak timbal balik atau
interatif dari situasi kepemimpinan.
3. Kepemimpinan adalah suatu seni untuk menciptakan kesesuaian faham atau
keseiaan, kesepakatan pendapat ini cenderung melihat kepemimpinan sebagai suatu
usaha yang terselubung untuk mempengaruhi dan sebagai suatu sarana untuk
membentuk kelompok sesuai kemauan pemimpin. Pendapat ini kurang mengakui
hak-hak, keinginan-keinginan dan kebutuhan-kebutuhan anggota-anggota kelompok
atau norma dan tradisi kelompok. Hal ini sebenarnya mendapat reaksi negative
yang kuat dari golongan yang menentang tiap kemungkinan otoriter.
4. Kepemimpinan adalah pelaksanaan pengaruh, pemakaian pengertian pengaruh
merupakan tanda selangkah maju kearah generalisasi dan abstraksi dalam
mendefinisikan kepemimpinan. Nash menyatakan bahwa kepemimpinan mencakup
kegiatan mempengaruhi perubahan dalamperbuatan orang-orang. Sedang Ordwey Tead
juga mengemukakan definisinya tentang kepemimpinan sebagai the activityof
influencing people to cooperate toward some goal which they to find desirable
(kegiatan untuk mempengaruhi orang-orang untuk bekerjasama dalam rangka
mencapai yang mereka kehendaki). Pandangan tentang pengaruh ini mengakui
adannya kenyataan bahwa individu-individu berbeda-beda pengaruh dari perilaku
mereka terhadap kegiatan-kegiatan kelompok. Hal ini berarti adanya hubungan
timbal balik antara pemimpin dan pengikut, tetapi tidak harus diwarnai oleh
dominasi, penguasaan dan penekanan oleh pihak pemimpin. Pada umumnya menyatakan
bahwa kepemimpinan itu adalah melaksanakan suatu pengaruh yang menentukan
terhadap perilaku anggota-anggota kelompok dan kegiatan-kegiatan kelompok.
5. Kepemimpinan adalah tindakan atau perilaku, sekelompok ahli suka
mendefinisikan kepemimpinan dalam arti tindakan-tindakan atau perilaku.
Pandangan behavioral ini terutama tertarik pada penyusunan definisi yang
memungkinkan penyajian suatu landasan bagi observasi, deskripsi, pengukuran dan
eksperimentasi yang obyektif.
6. Kepemimpinan adalah suatu bentuk persuasi, Schenk menyebutkan kepemimpinan
adalah manajemen mengenai manusia dengan jalan persuasi (ajakan/himbauan) dan
inspirasi dan bukannya dengan pengarahan atau ancaman paksaan yang terselubung.
Hal ini menyangkut problem-problem nyata untuk segera menerapkan pengetahuan
tentang faktor-faktor kemanusiaan.
7. Kepemimpinan adalah suatu hubungan kekuatan/kekuasaan. Janda mendefinisikan
kepemimpinan sebagai suatu hubungan kekuatan/kekuasan yang khusus diwarnai oleh
persepsi (penglihatan) anggota kelompok bahwa anggota kelompok yang lain
mempunyai hak untuk memperoleh perilaku bagi yang tersebut terdahulu yang
menuntun kegiatannya sebagai seorang anggota suatu kelompok tertentu. Disini
kekuatan/kekuasaan dipandang sebagai suatu bentuk hubungan pengaruh diantara
anggota-anggota kelompok.
8. Kepemimpinan sebagai sarana pencapaian tujuan. Beberapa teoritisi telah
memasukkan gagasan pencapaian tujuan dalam definisi kepemimpinan. Beberapa
diantaranya telah mendefinisikan kepemimpinan dalam arti nilai instrumentalnya
dalam pencapaian tujuan-tujuan dan pemuasan-pemuasan kebutuhan kelompok.
9. Kepemimpinan sebagai suatu hasil dari interaksi. Bogardus berpendapat bahwa
sebagai suatu proses sosial kepemimpinan merupakan antar dorongan yang
menyebabkan sejumlah orang mulai bersiap-siap mencapai tujuan lama dengan
semangat/jiwa baru dengan penuh harapan. Kelompok ini penting dalam menarik
perhatian pada kenyataan bahwa kepemmpinan tumbuh dari proses interaksi itu
sendiri. Kepemimpinan dapat disimak/dikaji dan ternyata benar apabila diakui
dan didukung oleh angota–anggota lain dalam kelompok.
Dari beberapa definisi diatas dapat diambil
sebagai patokan definisi dari kepemimpinan adalah kemampuan untuk menggerakkan
dan mengarahkan orang-orang ke tujuan yang kehendaki oleh pemimpin.
Dengan demikian esensi dari kepemimpinan hakekatnya meliputi unsur-unsur:
1.
Pemimpin
atau orang yang mempunyai kemampuan mempengaruhi perilaku orang lain.
2.
Pengikut
yang dapat dipengaruhi baik oleh ajakan, bujukan, anjuran, perintah,
instruksi, paksaan dan bentuk lainnya.
3.
Adanya
tujuan yang hendak dicapai (Pamudji, 1985:9-22).
Mc.Gregor berpendapat ada empat unsur pokok yang
menentukan kepemimpinan, antara lain:
a.
Watak
pemimpin.
b.
Sikap,
kebutuhan dan perwatakan anak buah/bawahan/pengikut.
c.
Sifat
organisasi (tujuan, struktur, dan tugas yang harus dilaksanakan )
d.
Lingkungan politik,
ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan.
Hasil penelitian membuktikan kaitan
variabel-variabel tersebut di atas sangat rumit dan tidak sederhana, sehingga
tidak ada gaya dan tatalaku kepemimpinan yang cocok bagi segala keadaan. Kompleksitas kepemimpinan ini tidak memungkinkan adanya patokan yang harus
diikuti secara pasti. Namun bagaimanapun peningkatan kepemimpinan seseorang,
dapat dikembangkan melalui:
1. Ilmu pengetahuan untuk memahami dampak tata laku seorang terhadap orang lain.
Semakin besar jurang pengertian dan persepsi seseorang terhadap tatalaku orang
lain, semakin besar pula ketidakefektifan pergaulan orang itu dalam masyarakat.
2. Peningkatan kesadaran daya penyesuaian gaya dan tata laku kepemimpinan.
Untuk menjadi pemimpin yang efektif, seorang harus pandai-pandai menyesuaikan
diri terhadap tuntutan situasi dan kondisi.
3. Kemampuan dan kecakapan diagnose untuk menganalisa situasi dan
kondisi. Bilamana situasi kondisi menuntut gaya dan tata laku kepemimpinan
tertentu maka diagnose harus tepat dan daya penyesuaian gaya dan tata
laku harus cepat dan tepat pula.
4. Pengenalan akan berbagai kebutuhan dan motivasi pegawai bawahannya.
Kemampuan diagnose ini juga mencakup pengenalan kebutuhan dan dorongan
kerja yang beraneka ragam pegawai bawahannya atau masyarakat yang dipimpin.
5. Kemampuan dan kecakapan berkomunikasi dengan orang lain. Permalahan pada
suatu organisasi kebanyakan adalah kurang efektifnya komunikasi antar personal.
B. TEORI-TEORI
KEPEMIMPINAN
Banyak teori-teori tentang kepemimpinan antara lain yang dikemukakan oleh
Ralp M. Stogdill (1974:17), antara lain dikemukakan bahwa teori-teori berkenaan
dengan kepemimpinan ada beberapa seperti traits theory, environmental
theory, personal situational theory, interaction-expectation
theory, humanistic theory, exchange theory. Pamudji mengakomodasikan
berbagai pendapat tentang teori kepemimpinan yang dikemukakan oleh beberapa
sarjana dan dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.
Teori sifat
(traits theory), teori ini melihat dari sudut pandang bahwa kepemimpinan
itu untuk berhasilnya seorang pemimpin itu harus memiliki sifat-sifat tertentu,
cirri-ciri atau perangai tertentu. Seorang pemimpin akan berhasil apabila ia
memiliki sifat-sifat, ciri-ciri, perangai tersebut. Berdasarkan asumsi ini maka
lalu dicarikan sifat-sifat yang umum yang harus dimiliki seorang pemimpin agar
berhasil efektif. Sifat tersebuta dijadikan pedoman untuk mengembangkan
kepemimpinan. Diantaranya disini dikemukakan bahwa pemimpin titu dianggap
memiliki sifat-sifat yang dianggap sejak lahir dan ia menjadi pemimpin karena
memiliki bakat menjadi pemimpin sejak lahir. Maka teori ini juga disebut teri
genetis yang disimpulkan bahwa pemimpin itu dilahirkan tidak dibentuk (leaders
are born and not made).
2.
Teori
lingkungan (environmental theory), teori ini berpendapat bahwa munculnya
pemimpin itu karena keadaan, tempat dan waktu atau pemimpin-pemimpin lahir
karena situasi dan kondisi yang memungkinkan atau kodusif untuk itu. Teori ini
memperhitungkan faktor situasi dan kondisi disebut juga teori serba situasi.
Kebangkitan dan kejatuhan seorang pemimpin itu dikarenakan oleh situasi dan
kondisi, apabila ia menguasai situasi dan kondisi maka ia akan dapat menjadi
pemimpin. Sejalan dengan teori ini adalah teori sosial yang antara lain
dikemukakan bahwa pemimpin itu dibentuk bukan dilahirkan (leaders are made
not born). Seseorang akan muncul menjadi pemimpin karena ia berada pada
suatu lingkungan sosial.
3.
Teori
pribadi dan situasi (personal-situational theory), teori ini berusaha
menjelaskan kepemimpinan sebagai akibat dari seperangkat kekuatan yang tunggal.
Teori ini pada dasarnya mengakui bahwa kepemimpinan merupakan produk dari
terkaitnya tiga faktor: a). perangai (sifat-sifat) pribadi dari pemimpin; b).
sifat dari kelompok dan anggota-anggotanya; dan c). kejadian-kejadian atau
masalah-masalah yang dihadapi oleh kelompok. Kepemimpinan harus dipandang
sebagai hubungan diantara orang-orang dan bukannya ciri-ciri atau sifat-sifat
dari seseorang individu yang terisolir. Jelas di sini bahwa sifat-sifat atau
ciri-ciri seseorang saja belum memungkinkan ia berkembang menjadi pemimpin.
Sifat-sifat atau ciri-ciri itu masih harus dikaitkan dengan situasi dan kondisi.
Seorang pemimpin akan berhasil jika pada waktu lahir memiliki bakat-bakat atau
sifat-sifat kepemimpinan yang kemudian dikembangkan melalui pendidikan dan
pengalaman.
4.
Teori
interaksi dan harapan (interaction-expectation theory), teori ini
mendasarkan diri pada variabel-variabel: aksi, reaksi, interaksi dan perasaan.
Seorang pemimpin menggerakkan pengikut dengan harapan-harapan bahwa ia akan
berhasil, ia akan mencapai tujuan organisasi, ia akan mendapat keuntungan,
penghargaan dan sebagainya. Demikian pula pengikut-pengikut mereka
mengikuti pemimpin dengan harapan-harapan seperti harpan si pemimpin tadi oleh
karena itu aksi-aksi si pemimpin harus berisi sesuai dengan harapan untuk
kemudian ditanggapi dengan reaksi, sehingga dengan demikian terjadilah interaksi
yang disertai dengan perasaan-perasaan tertentu. Interaksi tersebut diusahakan
dapat memenuhi harapan-harapan bersama. Teori ini berasumsi bahwa semakin
terjadi interaksi dan partisipasi dalam kegiatan bersama semakin meninkat
perasaan saling menyenangi/menyukai satu sama lain dan semakin memperjelas
pengertian atas norma-norma kelompok. Demikian pula semakin tinggi seseorang
dalam kelompok, semakin mendekati kesesuaian kegiatannya dengan norma-norma,
semakin luas jangkauan interaksinya dan semakin besar jumalah anggota kelompok
yang tergerak. Yang penting harus dijaga agar aksi-aksi pemimpin tidak
mengecewakan harapan-harapan. Keefektifan pola perilaku pemimpin yang ada
tergantung pada tuntutan-tuntutan yang dihadapkan oleh situasi. Semakin tinggi
perasaan keakraban pemimpin dengan anak buahnya semakin lebih efektif dalam
situasi dimana dituntut kepemimpinan yang moderat.
5.
Teori humanistic
(humanistic theory), teori ini mendasarkan diri pada pendapat bahwa
manusia karena sifatnya adalah organism yang dimotivasi, sedangkan
organisasi karena sifatnya adalah tersusun dan terkendali. Fungsi kepemimpinan
adalah membuat organisasi sedemikian rupa sehingga memberikan sedikit kebebasan
atau kelonggaran kepada individu untuk mewujudkan motivasinya sendiri yang
potensial untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan pada saat yang bersamaan
memberikan sumbangan pada pencapaian tujuan organisasi. Menurut teori ini perlu
dilakukan motivasi pada pengikut, dengan memenuhi harapan-harapan mereka dan
memuaskan kebutuhan-kebutuhan mereka. Beberapa kebutuhan antara lain seperti
fisiologis, keamanan, sosial, prestige dan sebaginya. Oleh karena
melakukan motivasi berarti juga melakukan human relation, maka sementara
penulis ada yang menamakan teori ini sebagai teori hubungan antar manusia, yang
maksudnya mengusahakan keseimbangan antara kebutuhan/kepentingan perseorangan
dan kebutuhan/kepentingan umum organisasi.
C. SIFAT,
WATAK, PERANGAI KEPEMIMPINAN
Banyak penelitian yang telah dilakukan oleh para
sarjana berkenaan dengan sifat-sifat yang sebaiknya dimiliki oleh seorang
pemimpin dan telah banyak pula sederetan sifat, watak dan perangai yang
dikemukakan yang berbeda antara satu sarjana dengan yang lain. Ada beberapa
sifat yang dipandang sebaiknya dimiliki seorang pemimpin yang secara umum telah
dikenal, antara lain:
1.
TOLERANSI (Tolerance).
Seorang pemimpin yang berhasil tidak menutup diri terhadap berbagai ide dan
masukan dari pihak luar. Seorang pemimpin seharusnya terbuka bagi segala
pandangan, gagasan, ide yang berasal dari pihak-pihak lain, dengan catatan
pandangan, gagasan atau ide tersebut memang konstruktif untuk kegiatan-kegiatan
yang dilakukan oleh si pemimpin.
2.
KESTABILAN (Stability).
Seorang pemimpin yang sukses digambarkan memiliki keuletan dan kestabilan
emosi. Pemimpin mempunyai kepercayaan diri dan dapat mengendalikan diri dan
selalu ingin mengetahui terhadap banyak hal yang berhubungan dengan pelaksanaan
tugasnya.
3.
KETERBUKAAN
(Openness). Seorang pemimpin bersifat terbuka dalam arti dapat diajak
diskusi dan jujur atau fair play dalam segala urusan, bijaksana dalam
pengambilan keputusan dan terbuka terhadap kritik dan saran.
4.
TEGUH
PENDIRIAN (Firmness). Seorang pemimpin yang berhasil menunjukkan
kemahiran dalam menilai situasi dan kondisi secara keseluruhan, tajam dalam
memilih dan membedakan fakta dan cermat dan realistik dalam pengambilan
kesimpulan dan tidak mudah berubah dalam pendirian.
5.
KESUNGGUHAN
(Serious Mindsetness). Seorang pemimpin mempunyai kesungguhan dalam arti
keseriusan dalam pelaksanaan tugas untuk kemajuan organisasi yang dipimpinnya
dimasa datang. Dia berpegang pada tugasnya, belajar serta menarik pengalaman
dengan sebaik-baiknya terhadap kondisi saat ini untuk memperbaikinya dimasa
depan serta mempersiapkan dengan sebaik-baiknya bawahan dalam pelaksanaan
tugas.
6.
KETENANGAN (Tranquility).
Seorang pemimpin tenang dalam menghadapi segala permasalahan, aktif dan tanggap
terhadap segala sesuatu yang bersifat tidak tertib. Tidak mudah terpancing
emosinya dan selalu berusaha mengatasi permasalahan dalam pelaksanaan tugas.
7.
KEYAKINAN (Acceptance).
Seorang pemimpin akan berhasil memimpin jika dipercaya dan diterima oleh orang
yang dipimpinnya baik dari bawahan, mitra kerja maupun masyarakat. Pemimpin
akan memperoleh legitimasi jika diterima dan diakui dan itu yang akan
mempengeruhi keberjhasilan dimasa depan.
8.
KEMAMPUAN
MENGANALISA (Analytical Ability). Seorang pemimpin akan mampu
menganalisa permasalahan yang komplek sekalipun, menguasai dengan baik
permasalahan serta mampu membuat keputusan cermat dan tepat dan berani
mengambil resiko (semakin tinggi kedudukan pemimpin semakin tinggi resiko yamng
harus dihadapi tetapi tetap harus mengambil keputusan).
9.
INISIATIF
DAN DORONGAN (Iniciative and Drive). Seorang pemimpin mempunyai daya
untuk membuat sesuatu yang baru atau ide baru untuk menyelesakian pekerjaan
serta mempunyai kemampuan untuk mendorong bawahan, mitra kerja, masyarakat
untuk menyelesaikan sesuatu yang baru yang sudah dimulai dan ditetapkannya.
10. TERARAH (Direction). Seorang pemimpin cakap dalam memberikan pengarahan,
dalam arti mampu memberikan pengarahan secara dan gambling mengenai suatu tugas
yang harus dikerjakan misalnya jelas tujuannya, jelas cara mengerjakannya,
kapan waktunya, dimana tempatnya dan siapa-siapa saja yang terlibat dalam
pelaksanaannya. Untuk itu seorang pemimpin harus memahami latar belakang
orang yang dipimpinnya.
Sifat-sifat kepemimpinan diatas sering dijumpai
di literatur-literatur barat maupun timur dan juga dari hasil penelitian yang
telah dilakukan terhadap pemimpin yang berhasil, walaupun juga harus diakui
bahwa situasi dan lingkungan juga berpengaruh besar terhadap keberhasilan
seorang pemimpin.
BAB III
PEMBAHASAN
1)
MAKNA DAN KEDUDUKAN KEPEMIMPINAN PEMERINTAHAN
Secara umum dapat dimaknai bahwa kepemimpinan pemerintahan adalah
kepemimpinan dalam pemerintahan atau secara operasional dapat dijelaskan bahwa
kepemimpinan pemerintahan adalah penerapan prinsip-prinsip dasar kepemimpinan
dibidang pemerintahan. Pamudji (1985:52) berpendapat dalam hubungannya dengan
kepemimpinan pemerintahan Indonesia terdapat pada setiap tingkat pemerintahan,
Nasional/Pusat, Provinsi, Kabupaten dan Kota, kecamatan dan juga tingkat
pemerintahan kelurahan/desa. Lebih lanjut jika pengertian ini dikaitkan dengan pemerintahan
daerah maka kepemimpinan pemerintahan daerah adalah penerapan dasar-dasar
kepemimpinan pada umumnya dalam sistem pemerintahan di daerah yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. (Djopari dalam Widyapraja No.23 Tahun
XV. 1996:73).
Melengkapi pendapat diatas Kaloh (2009:2) menjelaskan bahwa berdasarkan
sistem pemerintahan Indonesia maka pemimpin pemerintahan adalah mereka yang
dikatagorikan sebagai pemimpin pada ketiga cabang pemerintahan yaitu eksekutif,
legislatif maupun yudikatif. Dari sisi lain pemimpin pemerintahan dapat
dibedakan menjadi pemimpin politik yang tersusun secara hirarkis mulai dari
presiden yang dibantu para menteri, gubernur, bupati/walikota dan kepala
desa/lurah dan pemimpin yang menduduki jabatan structural yaitu mereka yang
menduduki jabatan secara berjenjang yang tersusun dari eselon I, II, III, IV.
Para pejabat politik dan pejabat structural digolongkan sebagai pemimpin
pemerintahan karena mereka adalah actor pemerintahan yang melaksanakan
fungsi-fungsi pemerintahan guna mewujudkan kehidupan masyarakat yang tertib dan
maju serta mendapatkan pelayanan yang adil dan merata. Para pemimpin
pemerintahan ini harus memiliki sifat dan perilaku yang bersedia berkorban
untuk kepentingan bangsa dan Negara serta masyarakat pada umumnya, siap
mengormankan diri demi membela martabat, kehormatan dan kejayaan bangsa dan
negaranya serta jauh dari sifat mementingkan diri sendiri, boros, serakah,
tidak dapat mengendalikan diri, dan sombong.
Pemimpin pemerintahan merupakan figur yang
menentukan figur yang menentukan keefektifan dalm mencapai tujuan organisasi
pemerintahan. Dengan kata lin pencapaian tujuan organisasi pemerintahan
ditentukan oleh kemampuan, kompetensi dan kapabilitas pemimpin pemerintahan
dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. Oleh karena itu seorang pemimpin
pemerintahan harus selalu siap untuk mendengarkan dan merasakan serta
menanggapi dan mewujudkan keinginan, aspirasi, tuntutan dan kepentingan
masyarakat serta tuntuan organisasi pemerintahan sehingga kesejahteraan
masyarakat terus meningkat. Setiap pemimpin pemerintahan harus tanggap terhadap
kondisi politik baik dalam organisasi pemerintahan maupun kondisi yang terjadi
dalam masyarakat. Kenyataan ini yang harus dihadapi pemimpin pemerintahan dan
kondisi ini pula yang membedakannya dengan pemimpin organisasi non
pemerintahan. Pemimpin pemerintahan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya
menghadapi dua situasi dan kondisi yang berbeda di satu sisi harus menghadapi
para elit politik yang berbeda tuntutannya di sisi yang lain harus menghadapi
masyarakat yang berbeda pula tuntutannya. Oleh karena itu seorang pemimpin
pemerintahan harus tanggap terhadap kondisi kelembagaan pemerintahan dalam arti
memberikan perhatian serta mengambil tindakan yang dianggap perlu dalam rangka
merespon kebutuhan para elit politik dan kebutuhan organisasi pemerintahan yang
dipimpinnya serta tanggap pula terhadap kebutuhan masyarakat.
Dalam kaitan ini seorang pemimpin pemimpin
pemerintahan dituntut juga untuk mengikuti perkembangan paradigma
pemerintahan, sebagaimana dipahami bahwa dewasa ini telah terjadi perkembangan
paradigm dalam pemerintahan yakni bergesernya sistem pemerintahan yang
digerakkan oleh Visi dan Misi, memusatkan perhatian pada keluaran (output) yang
efisien bukan kepada masukan (kenaikan anggaran setiap tahun) yang mengarah
kepada maksimalisasi masukan disbanding maksimalisasi keluaran. Pemerintah
hendaknya berperilaku seperti dunia usaha dalam hal pelayanan masyarakat.
Dimana masyarakat dipandang sebagai pelanggan yang harus dilayani dengan
sebaik-baiknya. Selain pemerintah lebih tepat berorientasi pada mekanisme kerja
partisipatif dari pada mekanisme kerja hirarkis (Osborne dan Gaebler, 1992)
Berangkat dari pemahaman dimaksud, seorang
pemimpin pemerintahan diharapkan dapat mencermati dan melaksanakan
prinsip-prinsip pemerintahan diatas yaitu kegiatannya inovatif, kreatif,
perintisan, orientasi pelanggan/masyarakat serta berorientasi pada pelayanan
dan pemberdayaan masyarakat.
2)
FUNGSI KEPEMIMPINAN PEMERINTAHAN
Jika dipahami bahwa kepemimpinan itu sebagai
inti manajemen maka fungsi-fungsi manajemen khususnya berkenaan dengan
menggerakkan orang-orang untuk mencapai tujuan, maka fungsi-fungsi dimaksud
berlaku pula untuk seorang pemimpin pemerintahan dalam menjalankan kepemimpinan
pemerintahan di dalam organisasi pemerintahan. Fungsi dimaksud antara lain yang
dianggap penting sadalah a. fungsi pengambilan keputusan; b. fungsi pengarahan;
dan c. fungsi motivasi
1.
PENGAMBILAN
KEPUTUSAN
Sebagai salah satu fungsi yang dominan dari pemimpin pemerintahan
pengambilan dalam penyelenggaraan pemerintahan adalah fungsi pengambilan
keputusan. Dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan pengambilan keputusan itu
bertingkat bisa berwujud keputusan politik yaitu keputusan yang diambil pada
tataran kebijakan dan ini merupakan produk antara pemimpin eksekutif dan
legislatif, keputusan administrative yaitu keputusan yang diambil oleh
pejabat eksekutif dalam hal ini adalah Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati,
Walikota, Camat, Kepala Desa, Lurah., keputusan operatif yaitu keputusan yang
diambil oleh para pelaksana dibawah pejabat eksekutif dalam rangka melaksanakan
rencana yang telah ditetapkan. Keputusan-keputusan ini wujudanya merupakan
rencana operasi yang saling terkait antara berbagai bidang kegiatan
pemerintahan seperti misalnya program-program, prosedur-prosedur, jadwal,
anggaran belanja, pengendalian dan sebagainya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan khususnya
dalam organisasi pemerintahan, seorang pemimpimpin pemerintahan sebaiknya
memperhatikan beberapa hal dibawah ini dalam pengambilan keputusan:
1)
Jangan
mengambil keputusan terlalu cepat, kalau masih ada kesempatan untuk mengkaji
masalah-masalah untuk memperoleh keputusan yang tepat.
2)
Jangan
mengambil keputusan mengenai masalah-masalah yang pada saat itu belum
memerlukan keputusan, kondisi ini dimaksudkan untuk mencari waktu yang tepat.
Mungkin saja terjadi situasi dan kondisi berubah berhubung adanya perubahan
keadaan karena perjalannan waktu, sehingga keputusan yang telah diambil menjadi
tidak cocok lagi sehingga perlu diambil keputusan yang baru.
3)
Jangan
mengambil keputusan apabila nantinya diketahui bahwa keputusan tersebut tidapat
dilaksanakan, hal ini akan menimbulkan tanda tanya atau keragu-raguan atau
sikap sinis dari anak buah yang pada gilirannya akan menghilangkan kepercayaan
kepada pemimpin.
4)
Jangan
mengambil keputusan yang seharusnya dibuat oleh orang lain yang bukan menjadi
kewenangannya hal ini akan menimbulkan kekacauan dalam sistem administrasi
5)
Keputusan
harus dimengerti oleh para pelaksana, untuk menghindarkan salah pengertian dan
salah tafsir yang pada akhirnya menimbulkan salah dalam pelaksanaannya. Untuk
itu formulasi keputusan dalam kalimat-kalimatnya harus terang dan jelas
sehingga dipahami oleh pelaksana.
6)
Keputusan
harus memiliki kadar kemantapan yang tinggi, tidak boleh sebentar-bentar
berubah. Walaupun dalam prakteknya, apabila terjadi perubahan di lingkungan
organisasi baik internal maupun eksternal ,keputusan itu harus ditinjau
kembali. Akan tetapi perubahan keputusan yang terlalu sering akan menimbulkan
kekacauan dalam organisasi. Terkait dengan hal itu setiap pengambilan keputusan
perlu dukungan data, fakta dan informasi.
Metoda ilmiah dalam pengambilan keputusan pada
dasarnya di dasarkan pada tahapan sebagai berikut:
1)
Orientasi:
yaitu mengenal dan merumuskan masalahnya yang harus diputuskan
2)
Persiapan:
mengumpulkan data yang bersangkuta dengan masalahnya
3)
Analisa:
memerinci bahan-bahan yang penting dan menafsirkan bahan-bahan tersebut
sehingga dapat dipahami substansinya dalam kaitannya dengan masalah
4)
Hipotesa:
menyusun alternatif-alternatif sebagai buah pikiran kreatif, sekaligus
memperhitungkan akibat-akibatnya dan untung-ruginya.
5)
Inkubasi
(pengendapan): membiarkan dulu untuk sementara, agar terjadi kemungkinan
iluminasi (sinar terang) mengenai alternative-alternatif tersebut
6)
Sintesa:
memadukan bagian-bagian atau hal-hal yang berkaitan dengan masalah, menjadi
satu kesatuan
7)
Verifikasi:
mempertimbangkan buah pikiran yang merupakan paduan terakhir, dan selanjutnya
memilih alternative yang paling baik (Pamudji, 1985:129).
Dalam kaitannya dengan pemecahan masalah ada
beberapa langkah dalam pembuatan keputusan baik secara eksplisit maupun
implisit harus tampak dalam realisasinya, secara ringkas dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1)
Menetapkan
masalah yang harus diselesaikan; masalah-masalah dalam praktek penyelenggaraan
itu jumlahnya sangat banyak dan kadangkala kabur serta saling bertumburan untuk
itu harus dipilah-pilah mana-mana yang perlu diselesaikan dengan segera, mana
yang masih dapat ditunda. Untuk perlu adanya skala prioritas, agar permasalahan
itu dapat terpesahkan secara efisien dan efektif.
2)
Menyelesaikan
masalah yang telah ditetapkan, masalah yang telah dipilih dan ditetapkan
selanjutnya diselesaikan dengan cara memilih alternative-alternatif
penyelesaian mana yang paling baik dan paling cocok untuk masalah yang telah
dipilih dan ditetapkan serta yang tidak banyak merugikan masyarakat. Setiap
pengambilan keputusan itu akan mengakibatkan adanya pihak-pihak yang dirugikan
dan ada yang diuntungkan.
3)
Mengimplementasikan
keputusan yang telah dipilih dan ditetapkan, mengimplementasikan artinya
meliputi semua usaha yang dilakukan agar keputusan dapat terlaksana dan dapat
mencapai hasil yang optimal sebagaimana yang diharapkan, adapun unsure-unsurnya
antara lain meliputi organisasi dan atau orang/pejabat yang melaksanakan
keputusan, waktu pelaksanaan pelaksanaan keputusan, lokasi pelaksanaan
keputusan, jumlah biaya pelaksanaan keputusan, prasarana dan sarana pelaksanaan
keputusan.
4)
Memperbaiki
keputusan, perbaikan keputusan ini dilakukan jika terjadi adanya perubahan
situasi dan kondisi pada saat keputusan sedang dilaksanakan, hal ini terjadi
misalnya masalah yang dipecahkan dengan keputusan itu berubah, berkembang atau
justru menimbulkan permasalahan baru.
5)
Membatalkan
keputusan, pembatalan terjadi jika ternyata keputusan tidak dapat dilaksanakan
dan masalahnya sudah tidak menjadi masalah lagi karena telah berkembang menjadi
masalah yang baru.
Untuk melengkapi model pembuatan keputusan
diatas dikemukakan pendapat Osborn-Parnes (dalam Salusu, 1996:81) berkenaan
dengan model pembuatan keputusan untuk memecahkan masalah yang rumit:
1)
Objective
finding, mencari dan menemukan
sasaran, tahap ini dilakukan dengan mengumpulkan informasi tentang situasi
sehingga bisa menampilkan beberapa bidang sasaran. Bidang ini yang nantinya
dapat memprediksi hasil yang bisa diperoleh, rintangan-rintangan yang akan
dihadapi termasuk peluang dan tantangan yang diperoleh.
2)
Fact finding, mencari dan menemukan fakta untuk lebih memahami bidang sasaran.
Kumpulkan data yang relevan dengan situasi masalah kemudian dipilih data yang
penting.
3)
Problem
finding, mencari dan menemukan
masalah yang terpenting pada suatu saat tertentu berdasarkan kegiatan ini
perumusan masalah dapat dibuat.
4)
Idea finding, mencari dan menemukan ide (gagasan) untuk pemecahan masalah yang telah
ditetapkan, untuk memperolehnya dapat digunakan dengan cara meminta sumbang
saran baik secara tertulis maupun lisan kepada bawahan ataupun pihak-pihak yang
terkait dengan pemecahan masalah dimaksud.
5)
Solution
finding, mencari dan menemukan cara
penyelesaian masalah dan memilihnya cara yang dipandang kondusif untuk
mmecahkan masalah yang telah ditetapkan pemilihan itu bisa dikaitkan dengan
pembiayaan, sumber daya manusia, prasarana dan sarana, masyarakat yang terkena
dampak dan sebagainya.
6)
Acceptance
finding, penerimaan
pemecahan/penyelesaian masalah oleh pimpinan atau pihak-pihak yang bersangkutan
dengan masalah dimaksud.
Penjelasan mengenai tahapan atau model pembuatan
keputusan khususnya dalam kepemimpinan pemerintahan di atas dimaksudkan untuk
memberikan pemahaman mendasar kepada pemimpin pemerintahan dalam pelaksanaan
tugas, tentunya dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan tahapan yang
demikian itu mungkin saja tidak beurutan seperti langkah tersebut tertgantung
pada situasi dan kondisi di lapangan. Akan tetapi jika langkah-langkah dimaksud
diikuti dan dipahami serta diimplementasikan akan mmemberikan hasil yang
efisien dan efektif.
Satu unsur yang lain dari pengarahan yang
penting dalam kaitannya dengan proses kegitannya adalah AKTIVITAS MEMBERI TUNTUNAN ATAU PEMBINAAN kepada bawahan/anggota
kelompok masyarakat/masyarakat. Tujuannya agar bawahan/anggota kelompok
masyarakat/masyarakat itu tahu dan mengerti apa yang harus dikerjakan serta
timbul kemauan untuk mengerjakan sesuatu sesuai dengan kehendak pemimpin.
Konsep pembinaan ini mempunyai cakupan kegiatan yang cukup banyak, akan tetapi
yang jelas pembinaan mengandung arti pembangunan yang berarti mengubah sesuatu
sehingga menjadi baru yang mempunyai nilai yang lebih tinggi dan juga
mengandung makna senagai pembaharuan, yaitu usaha untuk membuat sesuatu menjadi
lebih sesuai dengan kebutuhan menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat.
Dalam kaitannya dengan masyarakat maka pembinaan
itu sasarannya adalah mentalitasnya, mentalitas yang belum sadar harus
dibangunkan, yang tidak sesuai dengan pembanguanan harus dirubah, yang belum
beres harus ditertibkan dan yang masih kosong harus diisi. Untuk itu
sistem pembinaan sebaiknya secara bertingkat, pemuka masyarakat lebih dulu baru
kemudian masyarakat sebagai pengikut dan sinkron. Koentjaraningrat (1974:75)
menambahkan bahwa dalam rangka pembinaan masyarakat khususnya dalam menciptakan
mentalitas yang berjiwa pembanguanan ada beberapa jalan yang bisa ditempuh,
salah satu diantaranya adalah dengan persuasi dan penerangan. Persuasi adalah
ajakan lunak yang disampaikan kepada orang-orang sehingga mereka bersedia
mengikuti pemimpin dengan kemauan dan atas tanggung jawab sendiri. Dasarnya adalah
persetujuan dari orang-orang, karena timbulnya pengertian dan keinsyafan
mengenai persoalan yang dihadapi. Sedangkan penerangan adalah usaha untuk
member keterangan yang jelas dan faktual kepada orang-orang sehingga mereka
mengerti dengan jelas dan mendalam mengenai sesuatu hal yang mengakibatkan
timbulnya kemauan untuk mengikuti kehendak pemimpin dengan suka rela.
Ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian
untuk berhasilnya penerangan dan persuasi sebagai satu wujud dari komunikasi:
a). faktor gegrafis, antara lain jarak antara pemberi penerangan dengan
masyarakat jauh tentunya akan mempengaruhi keberhasilannya; b). faktor
biologis, antara lain cacat fisik; c). faktor teknis kecanggihan
peralatan juga mempengaruhi keberhasilan pemberian penerangan dan
persuasi; d). faktor sosial budaya, latar belakang seperti pengetahuan,
pendidikan, adat istiadat, alam pikiran yang berbeda antara pemberi dan
penerima penerangan dan antar penerima juga akan mempengaruhi keberhasilan. Dan
yang tidak kalah penting adalah saluran yang digunakan ini dsesuaikan dengan
latar belakang sipenerima. Misalnya untuk membangun opini masyarakat saluran
yang dianggap efektif adalah Televisi, sedangkan untuk merubah perilaku adalah
komunikasi antar pribadi.
Ketiga fungsi pemimpin pemerintahan ini akan
selalu mewarnai tugas dalam penyelenggaraan pemerintahan baik dilingkungan
internal organisasi pemerintahan maupun eksternal masyarakat pada umumnya.
D.
TEHNIK-TEHNIK KEPEMIMPINAN PEMERINTAHAN
Berbicara mengenai tehnik kepemimpinan
pemerintahan itu sebenarnya sangat bervariasi dan banyak pendapat sarjana
mengenai hal ini, dibawah ini dikemukakan beberapa tehnik yang dipandang dapat
dijadikan pertimbangan untuk pelaksanaannya, agar proses menggerakkan
orang-orang itu berhasil sbagaimana yang diharapkan pemimpin pemerintahan,
antara lain teknik dimaksud adalah:
a.
Tehnik
penyiapan pengikut, teknik ini berupa tehnik penerangan maupun propaganda. Pemberian penerangan dimaksudkan untuk member keterangan yang lebig jelas
dan factual kepada orang-orang agar mereka dapat memiliki pemahaman yang lebih
mendalam mengenai sesuatu hal yang menyebabkan timbulnya kemauan untuk
mengikuti pemimpin sesuai dengan rasa hati dan akalnya. Sedangkan propaganda
pemberian penjelasan dengan usaha memaksakan kehendak atau keinginan
pemimpin, bahkan kadang-kadang bagi pengikut tidak ada pilihan lin, dengan
mengenakan ancaman-ancaman sanksi-sanksi atau hukuman. Dalam hal ini pemimpin
perlu mengetahui pengetahuan, pendidikan, adat istiadat, alam pikiran para
pengikut. Untuk tehnik propaganda tidak dianjurkan karena bertentangan dengan
prinsip-prinsip demokrasi (membatasi kebesan memilih, unsure paksaan dan
pemberian sanksi).
b.
Tehnik
pemberian motivasi, tehnik berkaitan dengan pemberian motif atau dorongan agar
orang-orang mau bergerak sesuai dengan kehendak pemimpin. Yang dapat dijadikan
motif adalah pemenuhan kebutuhan phisik: makan, minum, pakaian, perumahan dan
sebaginya; kebutuhan psikologis: kebutuhan akan kelayakan; kebutuhan akan
penghargaan dari orang-orang lain; kebutuhan akan keamanan; kebutuhan untuk
diikut sertakan. Dorongan-dorongan untuk memenuhi kebutuhan tersebut
menyebabkan orang-orang bersedia mengikuti pemimpin yang diharapkan dapat
memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.
c.
Tehnik memberi
teladan, tehnik ini wujudnya pemberian contoh-contoh, orang-orang yang melihat
pemimpin member contoh, akan mengikuti apa yang dilihat. Dalam praktek
penyelenggaraan pemerintahan tehnik pemeberian contoh ini mencakup dua aspek,
yaitu aspek negative dalam bentuk larangan-larangan atau pantangan-pantangan
dan aspek positif dalam bentuk anjuran-anjuran atau keharusan-keharusan
berbuat. Banyak sekali larangan-larangan yang sulit dirinci satu persatu,
secara umum diketahui bahwa seorang pemipin pemerintahan tidak minum minuman
keras untuk tujuan mabuk-mabukan, tidak melakukan pencurian, tidak main judi,
tidak mengisap ganja,narkoba dan sejenis dengan itu, tidak berzinah. Adapun
mengenai anjuran atau pujian pada dasarnya berkenaan dengan perbuatan yang
bertujuan untuk kebajikan.
d.
Tehnik
memberikan perintah dan persuasi, sebagaimana telah disinggung dalam uraian
terdahulu bahwa teknik pemberian perintah ini berkenaan dengan menyuruh
orang yang diberikan perintah untuk melakukan suatu kegiatan tertentu. Perintah
dapat diberikan jika yang memberikan perintah memiliki kekuasaan, kewenangan
atau memiliki kemampuan untuk memaksakan perintah, hal ini bisa terjadi jika
pemimpin memiliki kelebihan-kelebihan di samping pemimpin tersebut diterima
sebagai bagian dari yang dipimpin dan mendapat kepercayaan. Untuk persuasi
orang-orang diajak dengan lunak sehingga orang-orang yang diajaknya itu
bersedia mengikuti pemimpin dengan kemauan sendiri dan juga atas
tanggung jawab sendiri. Proses persuasi berjalan secara lambat, sedikit demi
sedikit, dasarnya adalah persetujuan dari orang-orang yang tercapai karena
pengertian dan keinsyafan mengenai persoalan yang dihadapi.
e.
Tehnik
penggunaan sistem komunikasi yang cocok, komunikasi berarti menyampaikan
suatu maksud kepada pihak lain, baik dalam rangka penerangan, persuasi,
perintah dan sebagainya. Yang penting bahwa maksud tersebut diterima oleh si
penerima sama dengan maksud si pengirim. Dalam prakteknya di organisasi
pemerintahan komunikasi bersifat dua arah, yaitu dari atas ke bawah, berisi
perintah-perintah dan informasi-informasi, dari bawah ke atas, berisi
laporan-laporan dan saran-saran. Sistem komunikasi yang cocok tergantung pada
faktor-faktor keadaan si penerima berita dan alat-alat komunikasi yang
tersedia. Keadaan penerima berita dapat dilihat dari sudut: penguasaan bahasa,
pendidikan, golongan, kedudukan dalam organisasi atau masyarakat dan
sebagainya.
f.
Tehnik penyediaan fasilitas, tehnik ini
berkenaan dengan penyediaan fasilitas, perlengkapan, atau kemudahan-kemudahan.
Misalnya uang perlengkapan dan tempat kerja, waktu, perangsang.
Tehnik-tehnik ini penggunaannya sesuai dengan
situasi dan kondisi tertentu, beda lingkungan, situasi dan kondisi, beda tehnik
kepemimpinan yang digunakan.
E. ETIKA PEMERINTAHAN
Etika pemerintahan dalam penyelenggaraan
pemerintahan merupan satu hal yang harus dipahami dan dipedomani oleh pemimpin
pemerintahan. Sudah menjadi bagian dari kodrat bahwa tidak ada satu kelompok
manusia sepanjang sejarah yang lepas dari etika. Dalam kehidupan masyarakat
yang paling sederhana sekalipun selalu ada serangkaian nilai-nilai etika yang
ditempatkan sebagai acuan untuk menemukan baik buruknya tingkah laku seseorang
atau sekelompok orang. Juga merpakan kenyataan bahwa bentuk dan manifestasi
etika yang dianut dan dijalankan berbagai kelompok berbeda satu sama lain. Oleh
karena itu etika yang berintikan ajaran moral dan pembentukan karakter selalu
mengalami perubahan dan evaluasi dari masyarakat yang mendukungnya, sesuai
dengan dinamika kehidupan masyarakat itu saendiri.
Pendekatan yang dipakai dalam menelaah etika,
kendati etika selalu bergerak secara dinamik, tetaplah, ketidakadilan dan
deskriminasibingkai pembenaran dan penolakan atas baik buruknya suatu sikap
atau tindakan, disisi lain, metha ethic tampil untuk memberikan arti
atas segala penilaian yang dilakukan oleh falsafah moral. Dalam format ini,
etika tampil sebagai kerangka berfikir, berpendirian dan bertindak. Etika akan
berfungsi sebagai sumber nilai dan panduan untuk bereaksi. Muatan etika dengan
demikian adalah muatan nilai (value). Prinsip etika adalah bagaimana
seharusnya manifestasinya akan melahirkan kewajian bagi mereka yang
menerima prinsip itu untuk diwujudkan ke dalam berbagai bentuk kegiatan
keseharian. Bila muatan nilai yang terkandung dalam prinsip itu gagal
dipelihara oleh masyarakat pendukung nilai dimaksud, maka dengan sendirinya
akan mendapat sanksi. Mengingat etika adalah kumpulan nilai yang bersendikan
prinsip-prinsip moral, maka sanksi yang disiapkan untuk para pelanggar pun adalah
sanksi moral.
Mengamati fenomena yang berkembang di Indonesia
beberapa tahun terakhir ini, ada indikasi bahwa nilai-nilai etika telah
termajinalisasi, sehingga tidak efektif sebagai pemandu tingkah laku sosial.
Pada saat yang sama, hukum pun untuk sebagian tertentu tidak lagi dapat menjaga
harmoni kehidupan bersama, mencegah terjadinya tindak kekerasan, ketidak adilan
dan deskriminasi. Idealism Negara hukum terletak sangat jauh jaraknya dari
kenyataan hidup sehari-hari (Rasyid, 2000:77).
Singkatnya pemahaman terhadap etika khususnya
bagi pemimpin pemerintahan merupakan suatu hal penting dan mendasar, agar
penyelenggaraan pemerintahan itu dapat berjalan tertib, bersih dan dapat
dipertanggung jawabkan serta diterima oleh masyarakat.
F.
FUNGSI ETIKA PEMERINTAHAN
Secara umum fungsi etika pemerintahan dalam
praktek penyelenggaraan pemerintahan ada dua: 1) sebagai suatu pedoman,
referensi, acuan, penuntun, dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan; 2)
sebagai acuan untuk menilai apakah keputusan dan/atau tindakan pejabat
pemerintahan itu baik atau buruk, terpuji atau tercela. Widodo (2001:245)
menjelaskan bahwa oleh karena etika mempersoalkan baik dan buruk dan bukan
benar dan salah tentang sikap, tindakan, dan perilaku manusia dalam berhubungan
dengan sesamanya baik dalam masyarakat maupun organisasi public atau bisnis,
maka etika mempunyai peran penting dalam praktek administrasi Negara. Etika
diperlukan dalam administrasi Negara. Etika dapat dijadikan pedoman, referensi,
petunjuk tentang apa yang harus dilakukan oleh administrasi negara dalam
menjalankan kebijakan politik, dan sekaligus dapat digunakan sebagai standar
penilaian apakah perilaku administrasi Negara dalam menjalankan kebijakan
politik dapat dikatakan baik atau buruk. Karena administrasi Negara bukan saja
berkait dengan masalah pelaksanaan kebijakan politik saja, tetapi juga berkait
dengan masalah manusia dan kemanusiaan.
Di dalam implementasinya etika pemerintahan itu
meliputi etika yang menyangkut individu sebagai anggota arganisasi
pemerintahan, juga meliputi etika organisasi pemerintahan serta etika profesi
organisasi pemerintahan, yang ketiganya dalam implementasinya bermuara pada
nilai-nilai etis yang terkandung baik pada peraturan perundangan, nilai-nilai
agama, nilai-nilai social budaya, nilai-nilai dalam asas penyelenggaraan
pemerintahan dan nilai lainnya yang ada kaitannya dalam penyelenggaraan
pemerintahan Negara.
G.
SUMBER ETIKA PEMERINTAHAN
Dari berbagai penjelasan tentang etika
pemerintahan maka dapat dikemukakan bahwa pada hakekatnya sumber etika
pemerintahan itu dapat berasal dari peraturan perundangan, nilai-nilai
keagamaan dan nilai-nilai sosial budaya yang berasal dari kehidupan
kemasyarakatan serta berasal dari adat kebiasaan dan yang sejenis dengan itu.
Ada yang berpendapat bahwa untuk Pemerintahan Indonesia nilai-nilai keutamaan
pemerintahan itu dipahami keberadaannya telah tumbuh sejak sebelum Indonesia
merdeka yaitu dimulai sejak jaman perjuangan melawan penjajah Belanda dahulu,
jika dirinci nilai-nilai dimaksud antara lain bersumber dari:
1)
Budi Utomo,
Sumpah Pemuda, Proklamasi 1945
2)
Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945
3)
Undang-Undang
dan Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang Kewenangan, tugas pokok dan
fungsi lembaga pemerintah dan organisasi pemerintahan, hak dan kewajiban serta
larangan bagi anggota organisasi pemerintah
4)
Nilai-nilai
keagamaan
5)
Nilai-nilai
sosial budaya: adat kebiasaan setempat seperti perilaku tentang kepantasan dan
ketidak pantasan serta kesopanan
Nilai-nilai agama dan sosial budaya merupakan
salah satu nilai yang mengikat kehidupan sehari-hari yang terbentuk sebagai
akibat adanya hubungan vertikal dan horizontal. Hubungan vertikal yaitu
hubungan antara manusia dengan Tuhannya yang membentuk suatu nilai-nilai agama
tertentu. Nilai ini biasanya bersifat mutlak dan tidak bisa ditawar-tawar
(harus dilaksanakan). Sedangkan hubungan horizontal atau hubungan antar sesama
manusia membentuk apa yang dinamakan nilai-nilai sosial budaya.
BAB IV
P E N U T U P
Berangkat dari penjelasan berkenaan dengan
kepemimpinan dan etika pemerintahan diatas, nampaknya kepemimpinan pemerintahan
dan etika pemerintahan dipandang sebagai sesuatu yang diperlukan untuk
terselenggaranya pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan
nepotisme. Dilihat dari sisi asas pemerintahan yang bersih dan efektif
kebutuhan akan etika pemerintahan, merupakan sesuatu yang mutlak. Sulit
membayangkan suatu pemerintahan tegak dalam kevakuman etika. Sejauh ini dapat
dianggap bahwa setiap pemerintahan memiliki acuan etika sendiri, yaitusuatu
pedoman tak tertulis tentang tingkah laku kekuasan yang member batas moral yang
jelas tentang apa yang aik dan buruk bagi kelangsungan dan keabsahan sebuah
kekuasaan.
Tidak semua sistem hukum nasional terutama
Negara-negara sedang berkembang, mampu secara cepat menyediakan sejumlah
instrumen hokum yang dibutuhkan bagi bekerjanya sebuah pemerinthan yang bersih.
Akibatnya di berbagai sistem pemerintahan, masalah etika pemerintahan dan etika
kepemimpinan pemerintahan masih lebih banyak diletakkan sebagai
konsensus-konsensus nilai yang relatif dan interpretatif. Masyarakatlah yang
diharapkan aktif untuk menilai apakah suatu tindakan pemimpin pemerintahan
terhadap masyarakat itu sesuai atau melanggar prinsip-prinsip etika
pemerintahan yang berlaku.
Dengan demikian pemahaman terhadap prinsip-prinsip
kepemimpinan pemerinthan, etika pemerintahan dan etika kepemimpinan
pemerintahan oleh pemimpin pemerintahan merupakan sesuatu yang memang
sudah seharusnya. Dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan baik di tingkat
pemerintahan pusat maupun di tingkat pemerintahan daerah pada dewasa ini, masih
banyak banya kita dengar dan kita lihat tentang adanya perilaku korupsi, kolusi
dan nepotisme dan perilak yang tidak etis lainnya yang dilakukan oleh pemimpin
pemerintahan yang tentunya hal ini sangat menghambat upaya pencapaian
pemerintahan yang bersih korupsi, kolusi dan nepotime.
Berdasar pada kenyataan diatas maka pemberian
pengetahuan dan informasi berkenaan dengan prinsip-prinsip kepemimpinan
pemerintahan, etika pemerintahan, etika kepemimpina pemerintahan merupakan
sesuatu yang diperlukan dan penting, karena pemahaman akan pengetahuan dimaksud
akan menambah kesadaran para pemimpin pemerintahan akan pentingnya pemahaman
terhadap prinsip-prinsip kepemimpinan pemerintahan, etika pemerintahan dan etika
kepemimpinan pemerintahan, semakin sadar
DAFTAR PUSTAKA
Aries
Djaenuri, Enceng, Siti Aisyah.(2009), Hubungan Pusat Dan Daerah,
Penerbit Universitas Terbuka,
Jakarta.
Badan
Kepegawaian Negara.(2001), Etika, Moral, Dan Disiplin Pegawai, Jakarta.
Covey
Stephen, R.(1997), Principle Centered Leadership, alih bahasa Julius
Sanjaya, Binarupa Aksara, Jakarta.
Johanis
Kaloh.(2009), Membangun Kepemimpinan Yang Efektif Bagi Pemerintahan Di
Indonesia, IPDN Departemen Dalam Negeri, Jakarta.
Joko Widodo.(2001), Good
Governance Telaah Dari Dimensi Akuntabilitas Dan Kontrol
Birokrasi Pada
Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Insan Cendikia, Jakarta.
Pamudji.
S.(1985), Kepemimpinan Pemerintahan Di Indonesia, P.T. Bina Aksara,
Jakarta.
Moefti
Wiriadihardja dan Soebagio Sastrodiningrat.(1986), Kapita Selekta
Manajemen Dengan Fokus
Kepemimpinan, Badan
Pendidikan dan Latihan Keuangan, Departemen Keuangan, Jakarta.
Ryaas
Rasyid. (1999), Makna Pemerintahan
Tinjauan dari Segi Etika
dan Kepemimpinan, Yarsif
Watampone, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar