Pelaksanaaan
Konsep Musrenbang
Di
dalam pelaksanaan sistem pembangunan di suatu daerah di kenal dengan 2 model
perencanaan pembangunan yakni dengan bottom up dan top down, Menurut Riyadi dan Bratakusumah (2004 : 7),
perencanaan pembangunan dapat diartikan sebagai : Suatu proses perumusan alternatif-alternatif
atau keputusan-keputusan yang didasarkan pada data-data dan fakta-fakta yang
akan digunakan sebagai bahan untuk melaksanakan suatu rangkaian
kegiatan/aktivitas kemasyarakatan, baik yang bersifat fisik (material) maupun
nonfisik (mental dan spiritual) dalam rangka mencapai tujuan yang lebih baik”.
dalam rangka mensukseskan program-program pemerintah khususnya pemerintah Kota
Makassar melaksanakan suatu kegiatan MUSRENBANG dimana dengan konsep Bottom up
yakni penyaluran aspirasi dan saran serta kebutuhan nasyarakat yang muncul dari
bawah dengan awal melakukan rembuk atau forum di tingkat RT/RW kemudian
melanjutkan ke kegiatan Musrenbang Kelurahan yang yang menjadi kegiatan rutin
tahunan disetiap instansi pemerintahan di Kota Makassar, setelah merangkum
semua masukan dan aspirasi masyarakat dan kemudian membuat laporan musrenbang
kelurahan, perlu kita ketahui bahwa kegiatan kegiatan baik sarana dan prasarana
yang diusulkan harus bersifat realistis dan betul betul urgent yang diutamakan
setelah tahapan tingkat kelurahan berlanjut ke tahapan selanjutnya yakni
MUSRENBANG tingkat Kecamatan dimanatahapan ini menghadirkan perwakilan dari
DPRD, Dinas-Dinas terkait beserta pemerintah Kota Makassar sendiri guna
mendengarkan dan merembukkan kegiatan kegiatan apa dan yang mana saja yang
layak untuk diusulkan bagi pembangunan di kelurahan sehingga dapat tersentuh
langsung oleh kalangan kalangan masyarakat.
Konsep Perencanaan
Pembangunan ( Bottom
Up dan Top Down)
Ilustrasi Perencanaan merupakan tindakan untuk
menentukan masa depan. Dalam Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional, pasal 1 disebutkan perencanaan adalah suatu
proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan,
dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Perencanaan adalah meletakkan
tujuan-tujuan dalam jadwal waktu atau program pekerjaan untuk mendapat hasil
yang optimal. Oleh karena itu perencanaan merupakan sebuah keniscayaan,
keharusan dan kebutuhan. Perencanaan itu sendiri berfungsi sebagai penuntun
arah, meminimalisasi ketidakpastian, minimalisasi infesiensi sumber daya,
penetapan standard dan pengawasan kualitas.
Proses perencanaan merupakan suatu prosedur dan
tahapan dari perencanaan itu dilaksanakan.Secara hierarki, prosedur perencanaan
itu dilakukan atas dasar prinsip Top-Down Planning, yaitu proses perencanaan
yang dilakukan oleh pemimpin tertinggi suatu organisasi kemudian atas dasar
keputusan tersebut dibuat suatu perencanaan di tingkat yang lebih
rendah.Prinsip lainnya adalah lawan dari prinsip di atas yaitu Bottom-Up
Planning yang merupakan perencanaan yang awalnya dilakukan di tingkat yang
paling rendah dan selanjutnya disusun rencana organisasi di atasnya sampai
dengan tingkat pusat atas dasar rencana dari bawah.
Perencanaan Pembangunan Bottom Up
Proses perencanaan atau planning
adalah bagian dari daur kegiatan manajemen
yang terutama berhubungan dengan pengambilan keputusan (decision making)untuk
masa depan, baik jangka panjang maupun jangka pendek, sehubungan dengan pokok
pertanyaan: apa, siapa, bagaimana, kapan, di mana, dan berapa, baik sehubungan
dengan lembaga yang dimanajemeni maupun usaha-usahanya.
Proses perencanaan dapat
dilaksanakan menyeluruh, misalnya dalam perencanaan korporat,
perencanaan strategis, atau perencanaan jangka
panjang. Bisa juga dilakukan per divisi atau unit bisnis stategis
menjadi rencana divisi atau anak
perusahaan tertentu di dalam suatu korporasi yang lebih besar. Bisa juga
dilakukan per fungsi baik di dalam korporasi, di dalam divisi maupun unit
bisnis individual, misalnya rencana fungsi pemasaran,
rencana fungsi keuangan,
rencana fungsi produksi
dan distribusi,
dan rencana fungsi personalia. Bagaimana pun lingkup
perencanaan yang dilakukan, pokok pertanyaan yang dipikirkan sama saja: apa,
siapa, bagaimana, kapan, di mana, dan berapa. Perbedaannya menyangkut metode
yang digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.
Saalah
satu proses atau rencana perencanaan yang sering dilakukan dalam melakukan
rencana pembangunan adalah dengan menggunakan sistem pembangunan yang bersifat
Button Up. Button Up Planning adalah perencanaan yang dibuat berdasarkan
kebutuhan, keinginan dan permasalahan yang dihadapi oleh bawahan bersama-sama
dengan atasan menetapkan kebijakan atau pengambilan keputusan dan atasan juga
berfungsi sebagai fasilitator. Sedangkan dalam pengertian dibidang
pemerintahan, button up planning atau perencanaan bawah adalah perencanaan yang
disusun berdasarkan kebutuhan mereka sendiri dan pemerintah hanya sebagai
fasilitator.
Dari bawah ke atas (bottom-up). Pendekatan ini
merupakan upaya melibatkan semua pihak sejak awal, sehingga setiap keputusan
yang diambil dalam perencanaan adalah keputusan mereka bersama, dan mendorong
keterlibatan dan komitmen sepenuhnya untuk melaksanakannya. Kelemahannya
memerlukan banyak waktu dan tenaga untuk perencanaan. Diperlukan pengembangan
budaya perusahaan yang sesuai.
Maka dapat disimpulkan, pendekatan perencanaan
pembangunan Buttom-Up Planning adalah perencanaan
yang dibuat berdasarkan kebutuhan, keinginan dan permasalahan yang dihadapi
oleh bawahan bersama-sama dengan atasan menetapkan kebijakan atau pengambilan
keputusan dan atasan juga berfungsi sebagai fasilitator. Sedangkan dalam
pengertian dibidang pemerintahan, bottom-up planning atau perencanaan
bawah adalah perencanaan yang disusun berdasarkan kebutuhan mereka sendiri dan
pemerintah hanya sebagai fasilitator.
Konsep Partisipatif Dalam Proses
Pembangunan Botton-Up
Salah satu pola pendekatan
perencanaan pembangunan yang kini sedang dikembangkan adalah perencanaan
pembangunan partisipatif. Pemerintah Kota (Pemkot) Surakarta sejak tahun 2001
telah mencoba melakukan perencanaan pembangunan partisipatif didalam kerangka
menggali aspirasi yang berkembang di masyarakat melalui musyawarah tingkat RT,
RW, kelurahan, kecamatan dan kota. Sebuah langkah positif yang patut
dikembangkan lebih lanjut, apalagi hal seperti itu masih dalam taraf
pembelajaran yang tentu saja disana-sini masih terdapat kelemahan baik dalam
tataran konsep maupun implementasinya di masyarakat.
Perencanaan pembangunan
partisipatif merupakan pola pendekatan perencanaan pembangunan yang melibatkan
peran serta masyarakat pada umumnya bukan saja sebagai obyek tetapi sekaligus
sebagai subyek pembangunan, sehingga nuansa yang dikembangkan dalam perencanaan
pembangunan benar-benar dari bawah (bottom-up approach). Nampaknya mudah
dan indah kedengarannya, tetapi jelas tidak mudah implementasinya karena banyak
factor yang perlu dipertimbangkan, termasuk bagaimana sosialisasi konsep itu di
tengah-tengah masyarakat.
Meskipun demikian,
perencanaan pembangunan yang melibatkan semua unsur / komponen yang ada dalam
masyarakat tanpa membeda-bedakan ras, golongan, agama, status sosial,
pendidikan, tersebut paling tidak merupakan langkah positif yang patut untuk
dicermati dan dikembangkan secara berkesinambungan baik dalam tataran wacana
pemikiran maupun dalam tataran implementasinya di tengah-tengah masyarakat.
Sekaligus, pendekatan baru dalam perencanaan pembangunan ini yang membedakan
dengan pola-pola pendekatan perencanaan pembangunan sebelumnya yang cenderung
sentralistik.
Nah, dengan era otonomi daerah yang tengah
dikembangkan di tengah-tengah masyarakat dengan asas desentralisasi ini
diharapkan kesejahteraan masyarakat dalam pengertian yang luas menjadi semakin
baik dan meningkat. Lagipula, pola pendekatan perencanaan pembangunan ini
sekaligus menjadi wahana pembelajaran demokrasi yang sangat baik bagi
masyarakat. Hal ini tercermin bagaimana masyarakat secara menyeluruh mampu
melakukan proses demokratisasi yang baik melalui forum-forum musyawarah yang
melibatkan semua unsur warga masyarakat mulai dari level RT (Rukun Tetangga),
RW (Rukun Warga), Kelurahan, Kecamatan, sampai Kota.
Perencanaan
Pembangunan Top Down.
Perencanaan
dari atas ke bawah ( Top Down) adalah
pendekatan perencanaan yang menerapkan cara penjabaran rencana induk ke dalam
rencana rinci. Rencana rinci yang berada di "bawah" adalah penjabaran
rencana induk yang berada di "atas". Pendekatan perencanaan sektoral
acapkali ditunjuk sebagai pendekatan perencanaan dari atas ke bawah, karena
target yang ditentukan secara nasional dijabarkan ke dalam rencana kegiatan di
berbagai daerah di seluruh Indonesia yang mengacu kepada pencapaian target
nasional tersebut. Pada tahap awal pembangunan, pendekatan perencanaan ini
lebih dominan, terutama karena masih serba terbatasnya sumber daya pembangunan yang
tersedia.
Pendekatan
top-down planning, adalah pendekatan pembangunan di mana penentuan
keputusan tidak menampung semua aspirasi elemen di kelompok, tetapi hanya
mementingkan keputusan bagian tertentu dalam kelompok. Top-down planning
merupakan model perencanaan yang dilakukan dari atasan yang ditujukan kepada
bawahannya dimana yang mengambil keputusan adalah atasan sedangkan bawahan
hanya sebagai pelaksana saja. Dalam pengertian lain terkait dengan
pemerintahan, perencanaan top-down planning atau perencanaan atas adalah
perencanaan yang dibuat oleh pemerintah ditujukan kepada masyarakat dimana
masyarakat sebagai pelaksana saja.
Tidak
ada satupun yang menyangkal bahwa metode top down yang diterapkan diera orde baru menghasilkan pertumbuhan
pembangunan ekonomi yang menakjubkan secara presentase. Akan tetapi
sayangnya kemajuan ini tidak diikuti
oleh kemajuan bidang-bidang sosial yang lain sehingga muncullah ketimpangan
pembangunan. Ketimpangan pembangunan dibeberapa daerah terjadi bukan karena
kesalahan konsep, tetapi ketidakmampuan sistem pelaksanaan dalam menterjemahkan
konsep tersebut ke dalam program operasional yang mantap. Ketidakmampuan ini
bisa diakibatkan oleh rendahnya kemampuan teknis aparat pelaksana, bisa juga
karena ketidakcocokan (rasionalisasi penerapan) antara program yang dibuat
Pemerintah Pusat dengan kondisi daerah dan keinginan masyarakat, sebab
masyarakat setempat tidak diberi kesempatan untuk terlibat pada penyusunan
konsef atau tidak berdaya mempengaruhi atau merencanakan masa depan mereka. Hal
tersebut menjadikan masyarakat menjadi apatis terhadap pembangunan, masyarakat
merasa tidak berkepentingan dengan pembangunan yang pada akhirnya hal tersebut
mengakibatkan permasalahan bagi pemerintah.
Perbedaan Mendasar Dari
Perencanaan Bottom Up dan Top Down.
Dalam
suatu proses perencanaan pembangunan dibutuhkan suatu pendekatan perencanaan
yang digunakan sebagai pengambil keputusan serta menunjukkan bagaimana proses
perencanaan tersebut dilakukan hingga muncul suatu pengambilan keputusan pada
produk rencana. Pendekatan perencanaan yang dimaksud adalah pendekatan secara top-down
atau bottom-up.
Secara
konseptual, terdapat perbedaan yang cukup mendasar dari kedua tipe perencanaan
pembangunan ini, seperti berikut:
Tabel.1
PERBEDAAN
PERENCANAAN BOTTOM UP DAN TOP DOWN
|
|
Top Down
|
Botton Up
|
Top down planning adalah model
perencanaan yang dilakukan dari atasan yang ditujukan kepada bawahannya
dimana yang mengambil keputusan adalah atasan sedangkan bawahan hanya sebagai
pelaksana saja. Dalam pengertian lain terkait dengan pemerintahan,
perencanaan top down planning atau perencanaan atas adalah perencanaan yang
dibuatoleh pemerintah ditujukan kepada masyarakat dimana masyarakat sebagai
pelaksana saja.
Dari atas ke bawah (top-down).
Pendekatan ini mendesak bagian bawah bekerja sesuai kemauan atasan di dalam
perencanaan tanpa memedulikan situasi nyata bagian bawah. Waktu perencanaan
bisa sangat pendek, tetapi ada banyak hal yang terlewatkan karena sempitnya
forum informasi dan komunikasi. Biasanya menimbulkan kepatuhan yang terpaksa
namun untuk sementara waktu efektif.
|
Button Up Planning adalah
perencanaan yang dibuat berdasarkan kebutuhan, keinginan dan permasalahan
yang dihadapi oleh bawahan bersama-sama dengan atasan menetapkan kebijakan
atau pengambilan keputusan dan atasan juga berfungsi sebagai fasilitator.
Sedangkan dalam pengertian dibidang pemerintahan, button up planning atau
perencanaan bawah adalah perencanaan yang disusun berdasarkan kebutuhan
mereka sendiri dan pemerintah hanya sebagai fasilitator.
Dari bawah ke atas (bottom-up).
Pendekatan ini merupakan upaya melibatkan semua pihak sejak awal, sehingga
setiap keputusan yang diambil dalam perencanaan adalah keputusan mereka
bersama, dan mendorong keterlibatan dan komitmen sepenuhnya untuk
melaksanakannya. Kelemahannya memerlukan banyak waktu dan tenaga untuk
perencanaan. Diperlukan pengembangan budaya perusahaan yang sesuai.
|
Di dalam implementasinya tidak terdapat lagi
penerapan penuh pendekatan dari atas ke bawah. Beberapa pertimbangan, misalnya
ketersediaan tabungan pemerintah sebagai sumber pembiayaan pembangunan dan
kepentingan sektoral nasional, masih menuntut penerapan pendekatan dari atas ke
bawah. Namun, kini pendekatan tersebut tidak lagi sepenuhnya dijalankan karena
proses perencanaan rinci menuntut peran serta masyarakat. Untuk itu, diupayakan
untuk memadukan pendekatan perencanaan dari atas ke bawah dengan perencanaan
dari bawah ke atas. Secara operasional pendekatan perencanaan tersebut ditempuh
melalui mekanisme yang disebut Pedoman Penyusunan Perencanaan dan Pengendalian
Pembangunan di Daerah (P5D) dengan memanfaatkan forum-forum Musyawarah
Pembangunan (Musbang) Desa, Musbang Kecamatan, Rapat Koordinasi Pembangunan
(Rakorbang) Dati II, Rakorbang Dati I, Konsultasi Regional Pembangunan
(Konregbang), yaitu Dati I sepulau/kawasan, dan puncaknya terjadi pada
Konsultasi Nasional Pembangunan (Konasbang). Di setiap tingkat diupayakan untuk
mengadakan koordinasi perencanaan sektoral dan regional. Usulan atau masalah
yang lintas wilayah atau lintas sektoral yang tidak dapat diselesaikan di suatu
tingkat dibawa ke tingkat di atasnya. Proses berjenjang ini diharapkan dapat
mempertajam analisis di berbagai tingkat forum konsultasi perencanaan
pembangunan tersebut. Dengan demikian, perencanaan dari "atas ke
bawah" yang memberikan gambaran tentang perkiraan-perkiraan dan
kemungkinan-kemungkinan yang ada diinformasikan secara berjenjang, sehingga
proses perencanaan dari "bawah ke atas" diharapkan sejalan dengan
yang ditunjukkan dari "atas ke bawah".
Pada bagan berikut ditunjukkan bagaimana mekanisme
perencanaan dengan pendekatan dari bawah ke atas. Pemrosesan usulan kegiatan
atau proyek dari instansi sektoral yaitu Kantor Departemen (Kandep) di Dati II
dan Kantor Wilayah (Kanwil)/perwakilan departemen/lembaga di Dati I
dikonsultasikan dalam forum konsultasi pembangunan sehingga diharapkan visi
atau kepentingan daerah sudah terwakili dalam usulan tersebut. Upaya-upaya
untuk mengakomodasikan kebutuhan dunia usaha telah diefektifkan dalam rapat
koordinasi penanaman modal di Dati I (RKPPMD I). Dengan demikian, forum
Rakorbang Dati I menjadi ajang pertemuan pembahasan antara kebutuhan
masyarakat, dunia usaha, dan perencanaan sektoral.
Kelemahan
dan Kelebihan dari Beberapa Jenis Perencanaan
Adanya
pertumbuhan penduduk menentukan adanya perubahan struktur masyarakat. Dengan
adanya konflik juga dapat menimbulkan perubahan struktur masyarakat dimana dalam
membuat perubahan yang terencana kita harus memebuat peren canaan terlebih
dahulu.
Beberapa
jenis dari perencanaan adalah sebagai berikut:
1.
Perencanaan dengan sistem “TOP DOWN PLANNING” artinya adalah perencanaan yang
dilakukan oleh lembaga pemerintahan sebagai pemberi gagasan awal serta
pemerintah berperan lebih dominan dalam mengatur jalannya program yang berwal
dari perencaan hingga proses evaluasi, dimana peran masyarakat tidak begitu
berpengaruh.
2.
Perencanaan dengan sistem “BOTTOM UP PLANNGING” artinya adalah perencanaan yang
dilakukan diaman masyarakat lebih berperan dalam hal pemberian gagasan awal
sampai dengan mengevaluasi program yang telah dilaksanakan sedangkan pemerintah
pemerintah hanya sebagai fasilitator dalam suatu jalannya program.
3.
Perencaan dengan sistem gabungan dari kedua sistem diatas adalah perencaan yang
disusun berdasarkan kebutuhan masyarakat dan program yang diinginkan oleh
masyarakat yang merupakan kesepakatan bersama antara pemerintah dan juga
masyarakat sehingga peran antar satu dan keduanya saling berkaitan.
Adapun
kelemahan dari tipe “TOP DOWN PLANNING” adalah :
1.
Masyarakat tidak bisa berperan lebih aktif dikarenakan peran pemerintah yang
lebih dominan bila dibanding peran dari masyarakat itu sendiri.
2.
Masyarakat tidak bisa melihat sebarapa jauh suatu program telah dilaksanakan.
3.
Peran masyarakat hanya sebagai penerima keputusan atau hasil dari suatu program
tanpa mengetahui jalannya proses pembentukan program tersebut dari awal hingga
akhir.
4.
Tujuan utama dari program tersebut yang hendaknya akan dikirimkan kepada
masyarakat tidak terwujud dikarenakan pemerintah pusat tidak begitu memahami
hal-hal yang diperlukan oleh masyarakat.
5.
Masyarakat akan merasa terabaikan karena suara mereka tidak begitu
diperhitungkan dalam proses berjalannya suatu proses.
6.
Masyarakat menjadi kurang kreatif dengan ide-ide mereka.
Kelebihan
dari sistem ini adalah
1.
Masyarakat tidak perlu bekerja serta memberi masukan program tersebut sudah
dapat berjalan sendiri karena adanya peran pemerintah yang optimal.
2.
Hasil yang dikeluarkan bisa optimal dikarenakan biaya yang dikeluarkan
ditanggung oleh pemerintah.
3.
Mengoptimalkan kinerja para pekerja dipemerintahan dalam menyelenggarakan suatu
program.
Kelebihan
dari sistem “BOTTOM UP PLANNING” adalah
1.
Peran masyarakat dapat optimal dalam memberikan masukan atau ide-ide kepada
pemerintah dalam menjalakan suatu program.
2.
Tujuan yang diinginkan oleh masyarakat akan dapat berjalan sesuai dengan
keinginan masyrakat karena ide-idenya berasal dari masyarakat itu sendiri
sehingga masayarakat bisa melihat apa yang diperlukan dan apa yang diinginkan.
3.
Pemerintah tidak perlu bekerja secara optimal dikarenakan ada peran masyarakat
lebih banyak.
4.
Masyarakat akan lebih kreatif dalam mengeluarkan ide-ide yang yang akan
digunakan dalam suatu jalannya proses suatu program.
Kelemahan
dari sistem “BOTTOM UP PLANNING” adalah
1.
Pemerintah akan tidak begitu berharga karena perannya tidak begitu besar.
2.
Hasil dari suatu program tersebut belum tentu biak karena adanya perbadaan
tingkat pendidikan dan bisa dikatakn cukup rendah bila dibanding para pegawai
pemerintahan.
3.
Hubungan masyarakat dengan pemerintah tidak akan berlan lebih baik karena
adanya silih faham atau munculnya ide-ide yang berbeda dan akan menyebabkan
kerancuan bahkan salah faham antara masyarakat dengan pemerintah dikarenakan
kurang jelasnya masing-masing tugas dari pemerintah dan juga masyarakat.
Bila
dilihat dari kekurangan serta kelebihan yang dimiliki oleh masing-masing sistem
tersebut maka sitem yang dianggap paling baik adalah suatu sistem gabungan dari
kedua janis sistem tersebut karena banyak sekali kelebihan yang terdapat
didalamya antara lain adalah selain masyarakat mampu berkreasi dalam
mengembangkan ide-ide mereka sehingga mampu berjalan beriringan bersama dengan
pemerintah sesuai dengan tujuan utama yang diinginkan dalam mencapai kesuksesan
dalam menjalankan suatu program tersebut.
E.
Peran Perencana pada Pembangunan yang
Memiliki Pendekatan TOP-DOWN dan BOTTOM-UP PLANNING
Dalam
suatu perencanaan terdapat beberapa pihak yang terlibat suatu produk rencana
tersebut, baik terlibat secara langsung ataupun tak langsung tergantung
pendekatan perencanaan yang dianut. Pihak-pihak terkait tersebut adalah
pemerintah, swasta, masyarakat, dan perencana.
Pada pendekatan top-down planning di mana pemerintah yang
memiliki andil terbesar dan mutlak sehingga dalam hal ini peran dari perencana
pun tidak memiliki pengaruh yang besar karena di sini perencana hanya mengikuti
apa yang menjadi permintaan dari pemerintah. Dalam pendekatan top-down ini
semua keputusan berada di tangan pemerintah sedangkan masyarakat hanya sebagai
objek dari suatu perencanaan tanpa ikut campur tangan dalam perencanaan.
Pada
hakikatnya penataan ruang merupakan sebuah upaya membuat rencana untuk
kepentingan masyarakat. Untuk itu langkah ke depan selanjutnya adalah bagaimana
membuat masyarakat menjadi bagian dari proses perencanaan. Melibatkan
masyarakat dalam proses perencanaan termasuk salah satu metode pendekatan bottom-up
planning. Dalam hal ini perencana
memiliki peran sebagai mediator antara pemerintah dan masyarakat. Kali ini
perencana memiliki tugas memberdayakan dalam bidang tata ruang. Melakukan
perencanaan atas kepentingan masyarakat sejatinya seiring dan sejalan dengan
melakukan perencanaan bersama masyarakat. Menjadikan masyarakat sebagai bagian
dari proses perencanaan dan perencanaan bagian dari proses bermasyarakat.
Dalam
upaya pengembangan wilayah dan pembangunan kota secara bottom-up, peran
pemerintah akan lebih ditekankan pada penyiapan pedoman, norma, standar dan
peraturan, pengembangan informasi dan teknologi, perumusan kebijakan dan
strategi nasional. Sementara disisi lain, masyarakat semakin dituntut untuk
mengenali permasalahan wilayah dan kota dan pemecahan yang inovatif yang tidak
lagi tergantung pada pemerintah, meskipun pemerintah masih mempunyai kewajiban
membantu dalam pembangunan wilayah. Seorang perencana pada akhirnya harus dapat
menjadi seorang komunikator dalam proses politik yang terjadi, untuk
mengkomunikasi kepentingan berbagai pihak.
F.
Proses Perencanaan Top-Down dan Bottom-Up
Proses
top-down versus bottom-up lebih mencerminkan proses
perencanaan di dalam pemerintahan yaitu dari lembaga/departemen dan daerah ke
pemerintah Pusat. Lembaga/departemen/daerah menyusun rencana pembangunan sesuai
dengan wewenang dan fungsinya. Proses top-down dan bottom-up
ini dilaksanakan dengan tujuan antara lain menyelaraskan program-program untuk
menjamin adanya sinergi/konvergensi dari semua kegiatan pemerintah dan
masyarakat. Penyelarasan rencana-rencana lembaga pemerintah dilaksanakan
melalui musywarah perencanaan yang dilaksanakan baik di tingkat pusat,
propinsi, maupun kabupaten/kota.
Dalam
sistem perencanaan nasional, pertemuan antara perencanaan yang bersifat top-down
dan bottom-up diwadahi dalam musyawarah perencanaan. Dimana
perencanaan makro yang dirancang pemerintah pusat disempurnakan dengan
memperhatikan masukan dari semua stakeholders dan selanjutnya
digunakan sebagai pedoman bagi daerah-daerah dan lembaga-lembaga pemerintah
menyusun rencana kerja.
Pemerintah
Kota (Pemkot) Makassar mengusulkan target Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
(APBD) Tahun 2016 sebesar Rp3,462 triliun. Usulan tersebut mulai dibahas oleh
Badan Anggaran DPRD Makassar dalam draf Kebijakan Umum Anggaran (KUA).
Ketua Tim
Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Makassar Ibrahim Saleh mengatakan, Pemkot
Makassar merencanakan pendapatan daerah pada tahun 2016 mendatang mencapai
Rp380 miliar atau naik 12,35 persen dari tahun 2015 sebesar Rp3,01 triliun
menjadi Rp3,462 triliun. dengan peningkatan APBD Kota Makassar 2 tahun terakhir ini di sebabkan adanya program Permerintah khususnya Walikota Makassar yaitu SMART CITY dengan sistem tersebut dapat mengurangi tingkat kebocoran APBD Kota Makassar dengan Presentase 0.2% , sistem tersebut memberlakukan dan mengharuskan setiap transaksi lebih transparan dan akuntabel dalam pelaksanaannya misalnya saja dalam pembayaran pajak Hotel yang sebelum diberlakukan sistem tersebut pihak hotel membayarkan langsung pajaknya kepada Dispenda dengan perhitungan dan rincian yang diberikan oleh pihak pengelolaan hotel, namun pada saat pelaksanaan sistem SMART CITY tersebut secara signifikan menjadi pengaruh atas peningkatan APBD Kota Makasssar, dimana dengan menggunakan aplikasi SMART CITY yang mengharuskan setiap transaksi lebih transparansi yakni apabila melakukan transaksi langsung secara otomatis potongan pajaknya langsung masuk kedalam pemasukan daerah Kota Makassar
Perkembangan teknologi yang semakin
pintar membuat konsep smart tak hanya diterapkan pada berbagai
perangkat, tetapi pada berbagai sistem atau tatanan. Salah satunya yang mencuat
akhir-akhir ini adalah konsep smart city. Konsep yang
disebut sebagai kota pintar ini adalah konsep yang mengetengahkan sebuah
tatanan kota cerdas yang bisa berperan dalam memudahkan masyarakat untuk
mendapatkan informasi secara cepat dan tepat.
Selain itu, konsep kota pintar ini
juga memang dihadirkan sebagai jawaban untuk pengelolaan sumber daya secara
efisien. Bisa dibilang, konsep kota cerdas ini adalah integrasi informasi
secara langsung dengan masyarakat perkotaan.
INDIKATOR SMART CITY
Konsep smart city sendiri pertama
kali dikemukakan oleh IBM, perusahaan komputer ternama di Amerika. Perusahaan
tersebut memperkenalkan konsep smart city untuk meningkatkan kualitas hidup
masyarakat perkotaan. Untuk menyukseskan konsep kota pintar ini, IBM menelurkan
enam indikator yang harus dicapai. Keenam indikator tersebut adalah masyarakat
penghuni kota, lingkungan, prasarana, ekonomi, mobilitas, serta konsep smart
living.
Dengan mengoptimalkan keenam
indikator tersebut, konsep smart city bukan lagi sebuah wacana belaka. Namun,
perlu diingat, keenam indikator ini bisa lebih difokuskan atau dimaksimalkan
salah satunya. Misalnya, kota Copenhagen. Kota yang ada di Denmark ini
memfokuskan diri untuk pengoptimalan bidang lingkungan. Karena hal ini,
Copenhagen dianggap sebagai salah satu kota pintar di dunia. Predikat smart
city juga dimiliki oleh Seoul. Ibu Kota Korea Selatan tersebut fokus pada
pelayanan publik pada bidang teknologi informasi. Tidak aneh jika kota ini
memiliki jaringan internet tercepat di dunia.
PENERAPAN SMART CITY DI INDONESIA
Konsep smart city ini kini menjadi
impian banyak kota besar di Indonesia. Konsep ini dianggap sebagai solusi dalam
mengatasi kemacetan yang merayap, sampah yang berserakan, ataupun pemantau
kondisi lingkungan di suatu tempat. Perjalanan menuju konsep smart city ini
juga sudah mulai berjalan pelan-pelan. Dukungan aplikasi yang terus berkembang
serta terciptanya ekosistem kreatif di bidang teknologi, merupakan langkah awal
yang baik menuju kota pintar. Setidaknya, hal tersebut dapat dilihat di kota
semacam Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Makassar. Bahkan, dalam
waktu dekat, kota Bandung akan menjadi percontohan sebagai kota pintar pertama
lewat konsep Bandung Technopolis.
Untuk teknis bagaimana sebuah kota
pintar bekerja, Suhono Harso Supangkat, ahli smart city dari ITB punya
pendapat. Dikutip dari Liputan6.com (1/9/2014), beliau mengungkapkan
bahwa smart city akan membuat kemacetan bisa perlahan teruraikan. Misalnya
ketika kendaraan dalam keadaan merayap, ada sensor di lampu lintas yang
nantinya akan memindai keadaan hingga membuat lampu hijau menyala lebih lama
untuk jalur yang merayap. Kondisi lain semisal ada daerah kotor, maka
sensor membacanya kemudian hadirlah alat pembersih yang membersihkan daerah
kotor tersebut. Dalam hal ini, sensor akan mendapatkan peran vital untuk
menunjang sebuah konsep smart city.
Jika ada enam indikator untuk
membuat kesuksesan sebuah smart city, maka hal tersebut belum lengkap jika
tidak ada elemen pendukung. Masih menurut Suhono, smart city aka terbangun
dengan dukungan lima teknologi pintar seperti sensor pintar, komunikasi dari
satu mesin ke mesin lain, komputasi awan, media sosial dan teknologi
Geographical Information System atau GIS.
Kelima teknologi ini cukup penting
meski Suhono mengakui komunikasi mesin dengan mesin lain (machine to machine)
merupakan hal yang masih belum bisa diterapkan di masa sekarang. Namun, keempat
unsur lain masih memungkinkan. Setidaknya agar masyarakat bisa mendapatkan
informasi dan akses lebih cepat.
Bila melihat uraian tersebut, konsep
smart city memang merupakan satu hal yang menarik. Sebuah kota dengan dukungan
teknologi pintar dalam menunjang aktivitas sehari-hari tentu akan semakin
memudahkan manusia. Hanya saja, konsep smart city ini tampaknya masih harus
didukung dengan pola pikir manusia modern di Indonesia.
Kesadaran akan lingkungan,
pemanfaatan teknologi yang maksimal, serta kesadaran pentingnya pola hidup
“cerdas” adalah hal-hal yang perlu diperhatikan juga. Tidak lucu bukan, jika
sebuah kota mendapat predikat smart city, namun masih membuang sampah
sembarangan, merusak atau mengambil fasilitas, serta hal-hal lainnya yang
sifatnya negatif. Terlepas dari itu, smart city tampaknya bukanlah angan-angan
belaka. Apalagi jika smart city ini didukung dengan cara berpikir dan bersikap
yang cerdas.
Sumber: http://pumariksa.blogspot.co.id/2014/06/perencanaan-pembangunan- menggunakan.html, http://www.plimbi.com/news/158601/smart-city-konsep-kota-cerdas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar