BIROKRASI DI INDONESIA
Birokrasi merupakan
alat pemerintah untuk menyediakan pelayananan publik dan perencana, pelaksana,
dan pengawas kebijakan. Pelaksanaan birokrasi setiap negara
berbeda-beda tergantung dari sistem pemerintahan yang dianut oleh setiap
negara. Dengan begitu birokrasi di Negara maju tentu akan berbeda dengan
birokrasi di Negara berkembang. Birokrasi yang diterapkan sudah bagus atau
belum di Negara Indonesia dapat terlihat dari penyediaan pelayanan publik oleh
pemerintah kepada masyarakatnya.
Di
Negara berkembang terutama Indonesia, pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat belum bisa dikatakan baik karena pelayanan publik yang disediakan
oleh pemerintah belum bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Hal ini
mungkin disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kondisi geografis, sumber daya
manusia, sumber penerimaan, dan teknologi informasi.
Dan
pastinya sangat diperlukan solusi yang baik untuk mengatasi bagaimana caranya
memperbaiki birokrasi yang ada di Indonesia, karena setiap negara yang baik
juga memiliki kondisi birokrasi yang baik dan stabil.
Oleh
karena itu makalah ini akan membahas bagaimana pelaksanaan birokrasi di Indonesia.
Dan sudah bisa dianggap efisien atau belum jika dibandingkan dengan
karakteristik birokrasi Weber.
Pengertian
Birokrasi
Birokrasi terdiri dari biro yang artinya meja dan krasi yang artinya kekuasaan. Dari
pengertian dua kata tersebut dapat disimpulkan bahwa birokrasi adalah kekuasaan
yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip ideal
bekerjanya suatu organisasi. Birokrasi ini bersifat rigid atau kaku. Diartikan sebagai suatu organisasi yang
memiliki rantai komando dengan bentuk piramida, dimana lebih banyak orang
berada ditingkat bawah dari pada tingkat atas.
Pada rantai komando ini setiap posisi
serta tanggung jawab kerjanya dideskripsikan dengan jelas dalam organigram.
Organisasi ini pun memiliki aturan dan prosedur ketat sehingga cenderung kurang
fleksibel. Ciri lainnya adalah biasanya terdapat banyak formulir yang harus
dilengkapi dan pendelegasian wewenang harus dilakukan sesuai dengan hirarki kekuasaan.
Ada beberapa teori yang dapat kita
jadikan acuan. Michael G. Roskin, et
al., menyebut pengertian birokrasi. Birokrasi adalah setiap organisasi yang
berskala besar yang terdiri atas para pejabat yang diangkat, di mana fungsi
utamanya adalah untuk melaksanakan (to implement) kebijakan-kebijakan yang
telah diambil oleh para pengambil keputusan (decision makers). Idealnya,
birokrasi merupakan suatu sistem rasional atau struktur yang terorganisir yang
dirancang sedemikian rupa guna memungkinkan adanya pelaksanaan kebijakan publik
yang efektif dan efisien.
Taliziduhu Ndraha (2003) menyebutkan
bahwa ada tiga macam pengertian birokrasi yang berkembang saat ini :
1. Birokrasi diartikan sebagai aparat
yang diangkat penguasa untuk menjalankan
pemerintahan (government by
bureaus).
2. Birokrasi diartikan sebagai sifat
atau perilaku pemerintahan yang buruk (patologi).
3. Birokrasi sebagai tipe ideal
organisasi.
•
Adalah suatu organisasi pemerintahan yang terdiri dari sub-sub struktur yang
memiliki hubungan satu dengan yang lain, yang memiliki fungsi, peran, dan
kewenangan dalam melaksanakan pemerintahan, dalam rangka mencapai suatu visi,
misi, tujuan, dan program yang telah ditetapkan.
.
Sementara itu Max Weber
juga menyatakan, birokrasi itu sistem kekuasaan, di mana pemimpin (superordinat) mempraktekkan
kontrol atas bawahan (subordinat). Sistem birokrasi
menekankan pada aspek “disiplin.” Sebab itu, Weber juga memasukkan birokrasi
sebagai sistem legal-rasional. Legal oleh sebab tunduk pada aturan-aturan
tertulis dan dapat disimak oleh siapa pun juga. Rasional artinya dapat
dipahami, dipelajari, dan jelas penjelasan sebab-akibatnya.
Selain itu, birokrasi juga disebut
sebagai badan yang menyelenggarakan pelayanan publik. Birokrasi terdiri dari
orang-orang yang diangkat oleh eksekutif, dan posisi mereka ini bergantung
terhadap prestasi dan produktivitas kerja mereka sendiri.
Karakteristik
Birokrasi Weber
Teori karakteristik birokrasi yang umum
menjadi acuan adalah teori karakteristik birokrasi Weber. Max Weber menjelaskan
bahwa sebenarnya ada 8 karakteristik birokrasi, tetapi yang akan kita bahas
adalah 5 dari 8 karakteristik birokrasi yang disebut Weber. Yaitu sebagai
berikut :
1. Drajat spesialisasi tinggi
artinya adalah setiap anggota birokrasi harus memiliki profesionalisme dan
kecakapan teknis yang tinggi dalam menjalankan tugasnya.
2. Struktur kewenangan
bersifat hierarkis dengan batas tanggung jawab yang jelas
artinya adalah setiap tingkatan dalam birokrasi memiliki dan wewenang dan
tanggung jawab yang berbeda. dengan batas wewenang yang tidak kabur.
3. Hubungan anggota
bersifat impersonal artinya adalah hubungan setiap
anggota harus berdasarkan fungsi agar terciptanya mekanisme kerja yang rapi.
4. Cara pengangkatan
pegawai berdasarkan kecakapan teknis artinya adalah
setiap anggota ditempatkan dan diberi pekerjaan sesuai bidang keahliannya
sehingga dapat menciptakan produktivitas kerja yang baik.
5. Pemisahan antara urusan
dinas dengan urusan pribadi artinya adalah setiap
pekerjaan dalam birokrasi tidak boleh tersentuh oleh masalah masalah yang
sifatnya personal.
Dengan teori tersebut
kita akan membandingkan apakah birokrasi di Indonesia sudah relevan untuk
disebut baik. Menurut Weber cara ini dapat menjamin efisien kerja apabila benar
benar dapat diterapkan dengan baik dalam birokrasi pemerintahan.
Ditinjau secara politik, karakteristik birokrasi menurut
Weber hanya menyebut hal-hal yang ideal. Artinya, terkadang pola pengangkatan
pegawai di dalam birokrasi yang seharusnya didasarkan atas jenjang pendidikan
atau hasil ujian, kerap tidak terlaksana. Ini diakibatkan masih berlangsungnya
pola pengangkatan pegawai berdasarkan kepentingan pemerintah.
Teori
Fungsi Birokrasi
Michael G. Roskin, et al. meneyebutkan
bahwa sekurang-kurangnya ada 4 fungsi birokrasi di dealam suatu pemerintahan
modern. Fungs-fungsi tersebut adalah :
1.
Administrasi
Fungsi administrasi pemerintahan modern
meliputi administrasi, pelayanan, pengaturan, perizinan, dan pengumpul
informasi. Dengan fungsi administrasi dimaksudkan bahwa fungsi sebuah birokrasi
adalah mengimplementasikan undang-undang yang telah disusun oleh legislatif
serta penafsiran atas UU tersebut oleh eksekutif. Dengan demikian, administrasi
berarti pelaksanaan kebijaksanaan umum suatu negara, di mana kebijakan umum itu
sendiri telah dirancang sedemikian rupa guna mencapai tujuan negara secara
keseluruhan.
2.
Pelayanan
Birokrasi sessungguhnya diarahkan untuk
melayani masyarakat atau kelompok-kelompok khusus. Sehingga dapat di artikan
bahwa birokrasi harus bisa melakukan fungsi pulic sevice, agar dapat memenuhi
kebutuhan anggota dan masyarakatnya.
3.
Pengaturan (regulation)
Fungsi pengaturan dari suatu
pemerintahan biasanya dirancang demi mengamankan kesejahteraan masyarakat.
Dalam menjalankan fungsi ini, badan birokrasi biasanya dihadapkan anatara dua
pilihan: Kepentingan individu versus kepentingan masyarakat banyak. Badan
birokrasi negara biasanya diperhadapkan pada dua pilihan ini.
4.
Pengumpul Informasi (Information Gathering)
Informasi dibutuhkan berdasarkan dua
tujuan pokok: Apakah suatu kebijaksanaan mengalami sejumlah pelanggaran atau
keperluan membuat kebijakan-kebijakan baru yang akan disusun oleh pemerintah
berdasarkan situasi faktual. Badan birokrasi, oleh sebab itu menjadi ujung
tombak pelaksanaan kebijaksanaan negara tentu menyediakan data-data sehubungan
dengan dua hal tersebut.
Gambaran Umum Birokrasi
yang Ideal.
Birokrasi
bukanlah suatu fenomena yang baru bagi kita karena sebenarnya telah ada dalam
bentuknya yang sederhana sejak beribu-ribu tahun yang lalu. Namun demikian
kecenderungan mengenai konsep dan praktek birokrasi telah mengalami perubahan
yang berarti sejak seratus tahun terakhir ini. Dalam Masyarakat yang modern,
birokrasi telah menjadi suatu organisasi atau institusi yang penting. Pada masa
sebelumnya ukuran negara pada umumnya sangat kecil, namun pada masa kini
negara-negara modern memiliki luas wilayah, ruang lingkup organisasi, dan
administrasi yang cukup besar dengan berjuta-juta penduduk.
Pada
umumnya birokrasi di negara maju lebih baik dari pada birokrasi di negara
berkembang. Maka perlu kita meninjau birokrasi seperti di luar negri agar kita
dapat mencontohnya.
Sebagai
contoh kecil kita bisa melihat dari negara tetangga yang merdeka sesudah
indonesia, yaitu Singapura. Di Singapura, pekerjaan sebagai pegawai negeri
memiliki prestise yang tinggi di Singapura, terdapat kompetisi yang cukup ketat untuk posisi untuk pegawai negeri
dan dewan perundang-undangan . PNS diangkat tanpa memperhatikan ras atau agama,
lebih mengutamakan kinerja mereka pada ujian tertulis kompetitif. Pegawai
Negeri memiliki empat divisi hierarkis dan beberapa yang berperingkat pejabat
"supergrade". 1 Januari 1988, terdapat 493 perwira supergrade,
termasuk sekretaris tetap kementerian dan departemen sekretaris dan
persentasenya < 1 persen dari 69.700 pegawai negeri yang ada.
Divisi
satu terdiri dari administrasi senior dan profesional posting , yaitu 14 persen
dari pegawai negeri. Tingkat tengah
divisi dua dan tiga berisi pegawai-pegawai berpendidikan dan pekerja
khusus yang melakukan pekerjaan pemerintah yang paling rutin. Divisi empat terdiri
dari manual dan pekerja semi-skilled yang terdiri atas 20 persen dari pegawai
negeri.
Pelayanan
publik di Singapura dianggap sebagai pelayanan yang hampir seluruhnya bebas
dari korupsi, karena dalam faktanya, hal ini dipengaruhi oleh nilai-nilai yang
kuat terhadap kepemimpinan nasional yang menekankan pada kejujuran dan dedikasi
kepada nilai- nilai nasional. Biro Investigasi Praktik Korupsi sangat menikmati
kegiatan pemeriksaan kekuasaan dan kegiatan penyelidikan mendapat dukungan kuat
dari perdana menteri.
Pada intinya tidak setiap hal baik yang telah
dicapai oleh negara maju dapat dikembangkan oleh negara berkembang seperti
Indonesia, ada hal-hal yang perlu diperhatikan yang berkenaan dengan bagaimana
kondisi dari negara yang bersangkutan.
Sementara
itu Max Weber sendiri juga menyatakan bahwa teori karakteristik birokrasi yang
diungkapkannya hanya bersifat ideal artinya bahwa tidak semua karakterstik
telah dapat dijalankan oleh birokrasi karena kadang masih diselewengkan oleh
birokrasi.
Sebagai
mana yang diungkapkan oleh Michael G. Roskin, et al, dia mengungkapkan bahwa
sesungguhnya ada 4 fungsi dari birokrasi yaitu administrasi, pelayanan,
pengaturan dan pengumpulan informasi. Tentu bagi setiap birokrasi yang baik
dapat menjalankan rangkaian fungsi birokrasi.
Jika
kita menarik gambaran secara umum maka kita bisa mengetahui bahwa birokrasi
yang baik adalah birokrasi yang menjalankan fungsi dan tujuannya dengan baik
tanpa penyelewengan. Secara jelas dapat disimpulkan bahwa ada 5 hal yang dapat
menggambarkan birokrasi yang ideal, yaitu sebagai berikut :
a. Mengutamakan sifat pendekatan tugas yang
diarahkan pada hal pengayoman dan pelayanan masyarakat; dan menghindarkan kesan
pendekatan kekuasaan dan kewenangan.
b. Organisasi
yang bercirikan organisasi modern, ramping, efektif dan efesien yang mampu
membedakan antara tugas-tugas yang perlu ditangani dan yang tidak perlu
ditangani (termasuk membagi tugas-tugas yang dapat diserahkan kepada
masyarakat).
c. Sistem
dan prosedur kerjanya yang lebih berorientasi pada ciri-ciri organisasi modern
yakni : pelayanan cepat, tepat, akurat, terbuka dengan tetap mempertahankan
kualitas, efesiensi biaya dan ketepatan waktu.
d. Sebagai
fasilitator pelayan publik dari pada sebagai agen pembaharu pembangunan.
e. Strukturnya
lebih desentralistis, inovatif, fleksibel dan responsif.
Kondisi Birokrasi di
Indonesia
Umur Indonesia yang
baru 63 tahun memang belum ada apa apanya dengan negara negara yang maju dan
telah memiliki birokrasi yang baik. Negara maju telah belajar lama tentang
sistem birokrasi yang baik bagi negaranya dengan, sehingga mereka sudah sangat
berpengalaman. Namun Indonesia juga perlu memperbaiki kondisi birokrasi yang
sangat buruk karena jika seperti ini dapat menyebabkan ketertinggalan terus
menerus.
Pada pembahasan kali
ini saya akan membahas tentang kondisi birokrasi di Indonesia. Karena saat ini
kita dapat melihat secara kasat mata bagaimana kebobrokan birokrasi di
Indonesia. Namun kita harus mengkajinya lebih dalam agar kita dapat menemukan
bagaimana caranya untuk memperbaiki keadaan birokrasi pemerintahan Indonesia. Untuk
kali ini saya menjadikan teori karakteristik birokrasi Weber sebagai acuan.
Apabila kita bandingkan
dengan teori birokrasi ideal Weber maka kita akan menemukan keadan birokrasi di
Indonesia yang masih jauh belum ideal. Indonesia hanya baru bisa menerapkan
kulit dari birokrasi modern namun belum sampai ke tata nilainya. Max Weber
pernah mengungkapkan tentang dominasi
birokrasi patrimonial individu-individu dan golongan yang berkuasa
mengontrol kekuasaan dan otoritas jabatan untuk kepentingan ekonomi politik
mereka. Hal ini sangat mirip dengan apa yang terjadi pada birokrasi di
Indonesia. Ciri-ciri dominasi birokrasi patrimonial ala Weber yang hampir
secara keseluruhan terjadi di Indonesia antara lain:
a. Pejabat-pejabat disaring atas kinerja pribadi
b. Jabatan
di pandang sebagai sumber kekuasaan atau kekayaan
c. Pejabat-pejabat mengontrol, baik fungsi
politik ataupun administratif
d. Setiap tindakan diarahkan oleh hubungan
pribadi dan politik
Dengan
cara yang seperti ini tentu sangat berlawanan sengan teori birokrasi ideal Weber,
secara jelas maka Indonesia belum bisa menjalankan birokrasi dengan baik
seperti yang diungkapkan oleh Max Weber. Karena dalam realitanya, yang
menggejala di Indonesia saat ini adalah praktek buruk yang menyimpang dari
teori idealismenya Weber. Dalam prakteknya, muncul kesan yang menunjukkan
seakan-akan para pejabat dibiarkan menggunakan kedudukannya di birokrasi untuk
kepentingan diri dan kelompok. Ini dapat dibuktikan dengan hadirnya bentuk
praktek birokrasi yang tidak efisien dan bertele-tele. Secara jelas ada
beberapa hal yang berlawanan dengan kerakteristik ideal birokrasi Weber di
Indonesia :
a. Drajat spesialisasi
yang masih rendah, di Indonesia pada umumnya
spesialisasi yang diberikan masih terlalu luas sehingga wewenang akan pekerjaan
yang diberikan kepada pegawai tampak kabur dan tidak jelas.
b.
Wewenang
dan batas tanggung jawab yang tidak jelas,
para pimpinan birokrasi biasanya akan melebihi wewenang mereka, tetapi jika terjadi kesalahan pada birokrasi maka
para pejabat akan mengklaim bahwa itu bukan tanggung jawab mereka. Meskipun
struktur birokrasi pada pemerintah Indonesia sudah hirarkis, dalam praktek
perincian wewenang menurut jenjang sangat sulit dilaksanankan. Dalam
kenyataanya, segala keputusan sangat bergantung pada pimpinan tertinggi dalam
birokrasi.
c. Hubungan anggota tidak
berdasarkan fungsi, hubungan antar jenjang
dalam birokrasi diwarnai oleh pola hubungan pribadi. Dan akibatnya fungsi
anggota dalam birokrasi tampak diabaikan.
d.
Cara
pengangkatan pegawai didasarkah pada hubungan pribadi, para
pimpinan birokrasi sangat sering menggunakan wewenangnya untuk bertindak sesuai
kepentingan pribadi. Mereka tidak akan canggung untuk mengangkat anggota dari
keluarganya sendiri untuk bekerja di kantor dinasnya. Padahal seharusnya
anggota diangkat berdasarkan profesionalisme dan kecakapan teknis melewati
prosedur yang kompetitif.
e.
Mengutamakan
urusan pribadi daripada urusan dinas, sebagai contoh
kecil adalah anggota sebenarnya bekerja hanya karena motif pribadi yaitu untuk
mendapatkan gaji agar bisa memenuhi kebutuhan pokok, sebenarnya ini adalah hal
yang wajar akan tetapi tidak boleh terlalu diutamakan dan ditonjolkan karena
dapat menyebabkan anggota melupakan fungsi utama dalam birokrasi. Bahkan
anggota tidak akan segan melakukan korupsi hanya karena urusan pribadi.
Sebagai
contoh kecil adalah para anggota DPR yang masih kurang tegas dalam membuat
undang undang korupsi, mereka membuat undang undang yang lebih ringan
hukumannya dari pada kasus kasus yang lain. Bagaimana mau tegas dalam membuat
undang undang karena yang korupsi adalah mereka sendiri, sehingga mereka takut
jika hukuman bagi mereka sendiri terlalau berat. Hal ini sangat menjukan bahwa
fungsi yang harusnya mereka jalankan masih diselewengkan dengan urusan pribadi.
Dilain
sisi juga ada birokrasi Indonesia yang
anggotanya masih menyalahkan wewenang yang dimilikinya. Sebagai contoh, masih
banyak anggota Kepolisian Lalu-Lintas yang melakukan razia di luar jam kerja
atau diluar jadwal razia lalu-lintas. Hal ini dilakukan hanya untuk mendapatkan
keuntungan ekonomis dan secara jelas sudah menyalahi wewenang yang dimilikinya.
Dan juga banyak anggota Kepolisian RI dan TNI yang melakukan kekerasan pada
masyarakat sipil hanya karena masalah yang yang biasa, seharusnya hal ini tidak
boleh terjadi karena mereka bertugas mengayomi masyarakat sipil. Jika hal ini
terjadi maka sudah jelas bahwa mereka menyalahi fungsi mereka sebagai anggota
birokrasi.
Pada
dasarnya masih banyak yang perlu diperbaiki pada birokrasi Indonesia, apalagi
Indonesia adalah negara yang luas maka sangat diperlukan birokrasi pemerintah
yang dapat memperhatikan masyarakatnya sendiri. Selain
itu perlu adanya kepercayaan rakyat akan kinerja birokrasi bahwa para birokrat
dapat memberikan yang terbaik bagi negara dimana rakyat menaruh kepercayaan
kepada birokrasi untuk dapat memberikan kehidupan terbaik bagi
rakyat-rakyatnya. Adanya suatu keyakinan bahwa negara mereka dipimpin oleh
orang-orang terbaik dan bisa memberikan hal terbaik untuk masyarakat. Jadi
disini Indonesia perlu menghilangkan stereotype
negative tentang birokrasi Indonesia. Misalnya pandangan bahwa pejabat negara
hanya memikirkan kesejahteraannya. Padahal di sisi lain kita melihat
kehidupan rakyat banyak masih terimpit berbagai kesulitan.
Kesimpulan
Pada intinnya birokrasi yang ideal adalah birokrasi yang memiliki
pertanggung jawaban kepada publik. Birokrasi harus mampu melayani publik dengan
baik karena birokrasi merupakan alat negara dimana negara sendiri adalah milik
rakyat dan dibentuk oleh rakyatnya.
Untuk membentuk birokrasi yang ideal Indonesia tidak harus
mencontoh sistem birokrasi seperti yang ada di luar negeri, karena birokrasi
yang di luar negeri belum tentu cocok diterapkan di Indonesia. Oleh karena itu
birokrasi di Indonesia perlu belajar dengan baik untuk menentukan sistem yang
baik bagi negaranya.
Birokrasi yang ada di Indonesia pada dasarnya belum bisa dikatakan
ideal karena pelayanan yang diberikan oleh birokrasi masih carut-marut yang
kadang para pejabatnya masih sewenang-wenang dan anggotanya belum memiliki
akuntabilitas kepada publik. Sehinga secara keseluruhan birokrasi di Indonesia
masih perlu dilakukan perbaikan dari sisi sumber daya manusianya.
Apalagi, jika dibandingkan dengan teori karakteristik birokrasi
ideal Weber dan juga birokrasi birokrasi yang ada di luar negeri maka indonesia
masih jauh dan perlu melakukan perbaikan demi tercapainya birokrasi yang ideal.
Birokrasi yang ada belum bisa menjalan fungsi fungsi yang sebagaimana telah di
ungkapkan dalam makalah ini, wewenang yang diberikan tampak kabur dan tanggung
jawab yang diberikan juga tampak diabaikan.
Menurut saya Birokrasi yang ada di Indonesia perlu melakukan
perbaikan sebagai berikut :
a. Birokrasi perlu melakukan perbaikan pada SDMnya
karena masih banyak pejabat dan anggota yang tidak melakukan tanggung jawabnya
dengan baik. Tetapi disini yang perlu memperbaiki SDMnya bukan hanya dari
pemerintah saja, namun juga diperlukan kesadaran pribadi dari para anggota akan
kewajibannya melayani masyarakat.
b. Pemerintah perlu melakukan pengawasan yang
ketat pada birokrasi karena sampai saat ini angka kebocoran dana yang ada masih
besar.
c. Birokrasi harus lebih bersifat fleksibel
terhadap perubahan, karena birokrasi yang kita terapkan mesih terlalu rigid dan
kaku. Sehingga hampir seluruh urusan masyarakat
membutuhkan sentuhan-sentuhan birokrasi. Dan juga formalitas yang berupa beban
untuk pengurusan hal tertentu baik yang berupa legal cost maupun illegal cost,
waktu tunggu yang lama, banyaknya pintu layanan yang harus dilewati dan tidak
berperspektif pelanggan harus kita buat lebih fleksibel.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.blogger.com/comment-iframe.g?blogID=8426869211966940618&postID=3117293166499410872&blogspotRpcToken=8782662
Tidak ada komentar:
Posting Komentar